Rabu, 16 Juli 2008

Sertifikasi untuk menciptakan Guru Efektif

Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) menuntut penyesuaian kondisi dari seluruh elemen terkait dalam pengelolaan sumber daya manusia, termasuk dalam hal ini adalah dunia pendidikan. Hal ini berkait dengan ke-nyataan bahwa dunia pendidikan merupakan aspek penentu keberhasilan peningkatan kualitas sumber daya manusia tersebut. Dunia pendidikan mem-berikan kesempatan kepada kita untuk mendapatkan tambahan pengetahuan, keterampilan dan pola kehidupan positif sehingga mampu memberikan kontri-busi maksimal bagi setiap perkembangan kehidupan.

Sementara kita menyadari bahwa selama ini kondisi dunia pendidikan kita sedang mengalami sebuah kondisi yang sangat memprihatinkan, walaupun ada beberapa yang membahagiakan. Tetapi, meskipun ada bagian dunia pendidikan yang sebenarnya menggembirakan, misalnya adanya anak-anak yang berprestasi hingga tingkat internasional, tetapi karena kondisi kebanyakan adalah menurunnya kualitas hasil pendidikan, maka secara umum kondisi dunia pendidikan-pun dikatakan terpuruk. Sebaik-baiknya kondisi yang kita miliki, jika ada sebagian saja yang buruk, maka secara keseluruhan keburukan tersebut mengkontaminasi kondisi yang baik tersebut. Hal ini merupakan sesuatu yang biasa, bahwa selalu ada orang yang mengusik dan mencari-cari kelemahan di-balik kekuatan kita. Jika kita tidak mampu mengatasi hal tersebut, maka kita dapat tersungkur oleh respon kita terhadap kondisi tersebut. Di dalam kehidupan kita ini lebih banyak orang-orang yang licik dan picik daripada orang-orang yang cerdik dan cendekia terhadap sikap dan sifat dirinya.

Dunia pendidikan yang selama ini kita kenal sebagai institusi yang me-ngembangkan nilai-nilai positif kehidupan dalam sebuah skope yang kecil tetapi berskala besar memang merupakan lahan terbaik untuk melakukan berbagai maneuver kehidupan, khususnya pemikatan hati masyarakat ataupun pengkon-disian masyarakat, sehingga jika terjadi kondisi yang kurang berkenan, maka secara serentak, semua orang dari berbagai lapisan dalam masyarakat mem-mereka memberikan komentar, yang rata-rata adalah komentar miring yang cenderung memojokkan dunia pendidikan. Dunia pendidikan seakan-akan ingin dibelenjeti hingga terlihat tulang belulangnya yang sudah tidak putih lagi!

Dan, agar kondisi tersebut tidak terus menerus menerpa dunia pendidik-an, khususnya pada para guru yang sudah berusaha sekuat tenaga memberikan pembelajaran sebagaimana potensi maksimal yang ada di dalam dirinya, dapat bernafas lega dan sedikit bergerak lepas, maka peningkatan kualitas guru dan peningkatan kondisi kesejahteraan guru perlu mendapatkan perhatian yang maksimal juga. Guru juga perlu mendapatkan perhatian, khususnya dalam peningkatan kesejahteraan hidupnya sebagai pekerja profesional yang ber-tanggungjawab atas peningkatan kualitas kehidupan sumber daya manusia yang menjadi penanggungjawab kesejahteraan hidup bangsa yang besar ini. Guru harus ditingkatkan pola kesejahteraan hidupnya agar dapat memberikan peng-abdian yang maksimal dan totalitas pada dunia pendidikan.. Jika tidak, maka jangan salahkan adanya beberapa guru yang terpaksa harus ngobyek dengan pekerjaan lainnya atau nyambi mengajar di beberapa sekolah sekaligus.

Setelah melalui berbagai langkah, maka selanjutnya dimunculkan sebuah wacana yang sangat membahagiakan para guru sehingga sedikit memacu andrenalin untuk meningkatkan pola kerja yang selama ini telah dijalankan oleh para guru. Dengan dimunculkannya wacana tentang sertifikasi yang berkelanjut-an dengan adanya kompensasi untuk guru-guru yang telah menjalani proses sertifikasi dan dianggap mempunyai kelayakan bagi proses pembelajaran yang dijalankannya, maka hal tersebut benar-benar mampu meningkatkan semangat juang guru untuk meningkatkan kualitas kehidupan sosial dan ekonominya. Banyak guru yang berlomba untuuk dapat masuk dalam proses sertifikasi sehingga diharapkan ada tambahan pemasukan bagi ekonomi keluarganya. Berbagai cara ditempuh agar proses sertifikasi yang diikutinya mendapatkan pengakuan dan kepadanya diberikan hak atau insentif untuk sertifikasi profesi-onalismenya. Salah satu langkah yang ditempuh adalah menempuh sekolah lagi dan mengikuti program sertifikasi untuk peningkatan kualitas kehidupan ekonomi sosialnya.

Hubungan Sertifikasi dengan Guru Efektif

Sebenarnya, jika kita berkenan memikirkan hal-hal berkaitan dengan pola pembelajaran yang dapat memberikan materi pembelajaran secara maksimal, maka yang terpenting adalah bahwa kita harus mampu bersikap efektif dalam menjalankan tugas pembelajaran. bersikap efektif yang kita maksudkan dalam hal ini adalah pola pemikiran yang cenderung lebih mengutamakan proses peningkatan kualitas proses daripada hasil pembelajaran.

Dalam proses pembelajaran, selain hasil proses yang kita harapkan dapat meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, kita juga perlu memperhatikan efektivitas dari proses yang dijalankan oleh guru. Bahwa dengan kondisi terbaik, yaitu efektivitas yang tinggi, maka keterlaksanaan dan ketercapaian sebuah program sangatlah mungkin sehingga angka keberhasilan menjadi meningkat dan kualitas manusia menjadi lebih baik lagi. Efektivitas memang merupakan sebuah kondisi yang lebih menekankan pada upaya untuk menggapai hasil maksimal dari sebuah proses, khususnya dalam hal ini adalah proses pendidikan anak didik. Proses pendidikan yang efektif berarti bahwa di dalam melaksana-kan proses pendidikan, maka seorang guru harus dapat mempergunakan segala hal berkaitan dengan proses pendidikan secara maksimal sehingga dapat menunjang keberhasiland alam proses pembelajaran.

Sertifikasi terhadap profesi guru sebenarnya bertujuan untuk menentukan kelayakan seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas keguruan atau kepen-didikan. Sertifikasi adalah penilaian yang kita berikan kepada seorang guru terhadap pola penerapan berbagai strategi pembelajaran, pengelolaan kelas, penerapan evaluasi komprehensif terhadap kemampuan anak didik, dan pengayaan terhadap kondisi-kondisi kritis dari anak didik sehingga proses pembelajaran yang dijalani anak didik benar-benar merupakan proses pendidikan yang tuntas. Dengan sertifikasi ini, maka profesi guru bakal mencapai tingkat kualitas maksimal dan citranya terangkat lagi seiring dengan meningkatnya kualitas hasil proses pendidikan yang dijalankannya.

Sebenarnya, dengan adanya sertifikasi guru berarti pemerintah telah menganggap bahwa kelayakan seorang guru dalam mengemban tugas sebagai pendidik sangatlah perlu diperhatikan dan disesuaikan dengan tugas dan ke-wajibannya sehingga hasil proses pembelajaran dan pendidikan benar-benar dapat maksimal. Sertifikasi ini merupakan bentuk tuntutan yang harus dikon-disikan oleh semua guru berkaitan dengan program peningkatan kualitas hasil proses pendidikan dan pembelajaran. hal ini berdasarkan pada anggapan bahwa sebenarnya baik dan buruknya hasil dari sebuah pekerjaan tergantung pada yang mengerjakannya. Ibaratnya sebuah patung, baik buruknya tergantung pada tingkat kepandaian dan keterampilan sang pematung. Semakin pintar dan te-rampil seorang pematung, maka sudah barang tentu, hasil pahatan dan ukiran yang dilakukan adalah yang terbaik. Hal ini karena sang pematung mengefektif-kan seluruh potensi yang ada di dalam dirinya secara maksimal. Sang pematung mengerjakan seluruh pekerjaannya secara tuntas. Mereka benar-benar lebur dengan pekerjaannya sehingga tidak hanya keterampilan, pengetahuan yang diterapkan dalam pekerjaan tersebut, tetapi perasaan, jiwa sang pematung juga ikut lebur dalam pekerjaan tersebut.

Demikian juga yang diharapkan dalam dunia pendidikan kita yang selalu saja disorot sebagai institusi yang mengalami kegagalan proses. Dengan sertifikasi ini, maka diharapkan adanya peleburan diri guru secara utuh dalam pekerjaannya yaitu proses pendidikan dan pembelajaran anak didik. Jika seorang guru dapat menerapkan konsep peleburan tuntas segala potensi diri ini berarti guru tersebut sudah melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran secara efektif. Dan selanjutnya kondisi tersebut dikenal sebagai guru professi-onal.

Tetapi, pada kenyataannya untuk memikat guru agar melaksanakan tugas pendidikan dan pembelajaran secara efektif tidak dapat begitu saja dilakukan, tidak semudah membalik telapak tangan. Hal ini terjadi karena masih banyak guru yang berpikiran tradisional dan tidak perfectionis dalam menerapkan konsep pendidikannya. Mereka melaksanakan tugas pendidikan dan pembel-ajarannya asal jalan saja. Tidak sedikitpun upaya untuk meningkatkan kualitas proses pendidikan dan pembelajarannya dengan menerapkan konsep-konsep pembelajaran yang progresif ataupun yang layak terap untuk kondisi anak didik sekarang ini.

Dan, sertifikasi telah menjadi menara api bagi seluruh guru sehingga secara langsung mereka menanggapinya dengan berbondong-bondong men-dekat pada menara api untuk mendapatkan kehangatan atau sedikit cahaya untuk menunjang kehidupan di masa depannya. Hal ini karena dari program sertifikasi ini ada disertakan embel-embel insentif atau tunjangan professional bagi yang dinyatakan lulus dalam seleksi sertifikasi. Embel-embel inilah yang selanjutnya menjadi daya tarik tersendiri bagi para guru sehingga untuk me-menuhi segala perangkat untuk dapat mengikuti dan dinilai layak pada proses sertifikaksi tersebut.

Dengan demikian, walaupun secara nyata kita melihat bahwa salah satu motivasi para guru untuk mengikuti proses sertifikasi adanya embel-embel tunjangan, yang besarnya tidak tanggung-tanggung, yaitu satu kali gaji. Tun-jangan satu kali gaji sungguh sangat menggiurkan sehingga semua guru ber-usaha untuk dapat mengikuti proses sertifikasi, bagaimanapun caranya, termasuk merekayasa data sertifikasi. Tetapi, dalam konteks ini bukan masalah tersebut yang kita bahas, setidaknya kita melihat bahwa sebenarnya eksistensi program sertifikasi memang sangat berkaitan dengan efektivitas proses pembelajaran yang d ijalankan oleh para guru.

Secara umum dapat kita katakan bahwa dengan adanya proses sertifikasi guru, maka tumbuh kesadaran para guru untuk segera memperbaiki kondisi diri atau tingkat kemampuan dirinya terhadap materi pembelajaran dan meningkat-kan latar belakang pendidikannya sehingga sesuai dengan syarat utama untuk dapat mengikuti proses sertifikasi. Tetapi meskipun demikian, maka setidaknya telah tumbuh kesadaran di hati para guru untuk meningkatkan kualitas dirinya sehingga dapat memberikan porses yang lebih baik kepada anak didik dengan harapan ketercapaian tjuan pendidikan dan pembelajaran dapat lebih baik dari sebelumnya.

Hal ini dapat kita katakan bahwa dengan adanya program sertifikasi guru ini, maka (1) tumbuh kesadaran guru untuk meningkatkan kualitas dirinya, khususnya dalam ilmu dan keterampilannya., (2) tumbuh rasa bertanggung-jawab di hati guru atas proses pendidikan dan pembelajaran yang diembannya, (3) tumbuh persaingan untuk lebih cepat meningkatkan kualitas diri dibandingkan yang lainnya, (4) tumbuh upaya untuk memberikan atau melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran sebaik-baiknya sehingga memberikan point plus untuk perangkat penilaian sertifikasinya, (5) dan yang terpenting bagi semua guru dengan adanya sertifikasi adalah peningkatan kualitas kehidupan ekonominya sebab terangkatnya kesejahteraan akibat tunjangan yang didapatkan dari proses sertifikasi tersebut.

Begitulah yang terjadi sebagai akibat dari pencanangan program sertifi-kasi yang dilaksanakan mulai tahun 2007 ini. Harapan kita semua agar program ini benar-benar berjalan sebagaimana konsep dasar program sehingga tidak hanya merupakan program awu-awu yang pada kenyataannya hanyalah program ganti nama dari program yang sebelumnya ada, misalnya program kesetaraan yang dahulu pernah diterapkan bahkan sampai sekarang masih diterapkan, jika seorang guru telah berhasil menempuh proses pendidikan baru yang lebih tinggi dari ijazah yang dipergunakan sebagai dasar menjadi pegawai negeri, maka dapat dilakukan kesetaraan sehingga segala konsekuensi disesuaikan dengan kondisi latar belakang terakhir yang dapatkan oleh sang guru. Semoga saja, sertifikasi ini lebih banyak mengarah pada upaya efektivitas proses pendidikan dan pembelajaran agar kualitas hasil proses pendidikan dan pembelajaran benar-benar dapat dientas dari keterpurukan. Dan, tidak sekedar mengejar peningkatan kualitas finansial semata. Semoga.

Guru BP, Bukan Polisi Sekolah

Selama ini telah terjadi pembiasan persepsi peserta didik terhadap eksistensi guru BP. Guru BP dianggap sebagai polisi, jaksa atau petugas kehakiman untuk memberikan sanksi kepada peserta didik yang melakukan kesalahan. Akibatnya, peserta didik ketakutan jika berhadapan dengan guru BP. Tentunya hal ini sangat merugikan peserta didik sebab sebenarnya eksistensi guru BP adalah sebagai konselor bagi peserta didik. Guru BP adalah pendamping peserta didik pada saat menghadapi permasalahan, baik pribadi antar peserta didik atau dengan guru. Semua untuk menciptaka nkondisi yang kondusif untuk belajar

Kondisi yang kondusif diantaranya adalah tenang, tertib, mengayomi, memungkinkan peserta didik berperanserta, merangsang rasa ingin tahu, membangkitkan semangat belajar peserta didik. Dengan kondisi seperti ini, maka peserta didik dapat mengikuti proses secara maksimal.

Tetapi, hal tersebut dapat berubah ketika seorang peserta didik dipanggil guru BP. Suasana kelas yang tenang, hati yang damai tiba-tiba menjadi gelisah dan ketakutan. Setiap peserta didik menjadi terpengaruh sehingga membuyar-kan konsentrasi belajarnya.

Bahkan, ketika guru BP mengetuk pintu dan masuk ke ruang kelas, secara spontan peserta didik merasa resah dan tidak enak hati. Mereka menebak-nebak permasalahan yang telah mereka lakukan sehingga guru BP memasuki ruang kelasnya. Guru BP telah dianggap sebagai polisi yag selalu mengincar mereka yang telah melakukan kesalahan atau jaksa/hakim yang langsung memberi vonis hukuman bagi mereka yang bersalah.

Guru BP Bukanlah Polisi, Jaksa atau Hakim Sekolah

Di sekolah, penulis diberi tugas untuk menangani bimbingan dan penyuluhan pada peserta didik. Penulis harus menangani setiap permasalahan yang dihadapi oleh peserta didik sehingga tidak terganggu. Setiap saat penulis selalu berhadapan dengan peserta didik yang bermasalah dan harus menyelesai-kan permasalahannya sehingga proses belajar tidak terganggu.

Dan, satu hal yang selalu penulis hadapi adalah sikap peserta didik. Ketika pemulis mencoba untuk mendekati mereka, maka mereka ketakutan. Mereka menganggap bahwa guru BP adalah polisi, jaksa atau hakim yang selalu mengawasi tingkah laku dan memberi mereka hukuman jika melakukan kesalahan. Akibatnya, penulis dijauhi oleh peserta didik. Peserta didik enggan berurusan dengan penulis (guru BP), walaupun mereka bermasalah.

Oleh karena itulah, maka penulis berinisiatif untuk mengubah pola dan strategi pengelolaan dan penanganan masalah. Penulis bertindak sebagaimana seorang pemain sepak bola. Untuk itu, penulis tidak segan-segan untuk menjemput bola. Setiap saat penulis mencoba untuk melakukan pendekatan dengan peserta didik sehingga dapat menumbuhkan keakraban.

Pendekatan yang penulis lakukan adalah memberikan pembenaran atas persepsi mereka terhadap eksistensi guru BP. Penulis mencoba meluruskan anggapan peserta didik bahwa guru BP adalah polisi, jaksa atau hakim atas mereka. Justru, guru BP adalah sahabat mereka. Guru BP adalah tempat mereka curhat dan mendapatkan solusi dan penyelesaian masalah.

Pendekatan antar personal bahkan interpersonal menjadi salah satu teknik terbaik untuk memberikan pelurusan anggapan peserta didik terhadap eksistensi guru BP. Dengan pendekatan antar personal dan interpersonal, maka peserta didik menyadari pentingnya guru BP.

Dengan menghilangkan persepsi bahwa guru BP adalah polisi, jaksa atau hakim, maka peserta didik merasakan bahwa guru BP adalah konselor bagi setiap permasalahan, guru BP adalah sahabat yang peduli pada mereka dan siap membantu menyelesaikan setiap permasalahan.

Penulis mengajak mereka berbincang, tidak secara resmi di ruang BP. Secara periodek, penulis mencoba turba (turun ke bawah) mencari keterangan mengenai permasalahan langsung dari peserta didik. Tentunya hal ini penulis lakukan secara implisit sehingga mereka tidak menyadari jika sedang ditanyai hal penting tentang teman atau diri mereka.

Berbicara dari hati ke hati

Mengajak peserta didik berbicara dari hati ke hati merupakan salah satu cara efektif yang dapat dilakukan sebagai meluruskan persepsi peserta didik terhadap eksistensi guru BP. Dengan berbicara dari hati ke hati, maka segala permasalahan dapat diselesaikan secara cepat dan tepat.

Penulis berkeyakinan bahwa pendekatan dengan berbicara dari hati ke hati memungkinkan terciptanya sebuah jalinan benang merah antara guru BP dan peserta didik yang merupakan jembatan penghubung paling efektif.

Berbicara dari hati ke hati mengisyaratkan kepada kita bahwa sebenarnya guru BP dan peserta didik adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan oleh apapun. Kesatuan inilah yang diharapkan memunculkan sikap saling pengertian atas kondisi masing-masing.

Sebagai seorang guru BP, pengetahuan tentang peserta didik sangat membantu pada saat harus menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa setiap permasalahan yang muncul merupakan akumulasi dari banyak masalah sebelumnya. Permasalahan selamanya merupakan sesuatu yang sangat krusial sehingga kita tidak dapat menyelesaikan secara tuntas jika kita tidak memahami kondisi peserta didik secara tuntas.

Peserta didik adalah sosok-sosok yang sedang mencari jati diri sehingga sangat rentan terhadap permasalahan. Untuk itulah seorang guru BP harus dapat menempatkan posisi diri secara tepat dan cepat agar masalah tidak berlarut dan berkembang. Guru BP tidak boleh memposisikan diri sebagai polisi, jaksa apalagi hakim dalam menghadapi permasalahan peserta didik.

Prinsip Ekonomis dalam Pemelajaran

Proses pemelajaran dilaksanakan sebagai wujud kepedulian atas semangat usaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kita sadar bahwa sumber daya manusia menjadi motor utama dalam pembangunan bangsa. Sumber daya manusia adalah pelaku utama pem-bangunan.

Untuk itulah, maka berbagai cara dilakukan oleh guru agar proses pem-belajaran dapat maksimal. Berbagai metode diterapkan agar pemelajaran ber-hasil. Tetapi setidaknya, di dalam proses pemelajaran inipun guru tetap sah jika menerapkan konsep ekonomis, yaitu memberikan sedikit tetapi dapat hasil maksimal. Dalam hal ini guru me-nerapan efektivitas kerja.

Efektivitas memang merupakan konsep dalam proses pemelajaran sehingga jatah pemelajaran untuk siswa sesuai dan tepat waktunya. Apalagi jika ternyata hasil pemelajaran sama sekali tidak mampu mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap kompetensi siswa.

Oleh karena itulah, maka sebenarnya kita tidak perlu terlalu obral materi yang sebenarnya tidak bakal dikuasai dan diterapkan siswa dalam kehidup-annya. Apalagi jika hal tersebut kita kaitkan dengan konsep pemelajaran kita sekarang, yaitu berbasis kompetensi untuk survival siswa dalam kehidupan.

Memang seharusnya materi yang diberikan kepada siswa tidak perlu terlalu muluk-muluk sebab tujuan utama kita membimbing siswa belajar di sekolah kejuruan adalah mempersiapkan siswa dengan keterampilan. Roientasi pemelajaran di sekolah kejuruan adalah pembekalan keterampilan untuk siswa.

Konsep ini terkait pada kondisi nyata di masyarakat yang membutuhkan orang-orang terampil untuk menjawab kondisi kehidupan. Masyarakat sangat-lah dinamis, sehingga dibutuhkan orang-orang yang selalu siap menghadapi kondisi masyarakatnya. Dan, orang-orang seperti ini hanyalah orang-orang yang mempunyai keterampilan khusus, yaitu yang dapat menjadikannya ‘terpakai’ dalam kehidupannya.

Sementara untuk mempunyai keterampilan yang dapat terpakai, maka dalam proses kepemilikannya kita tidak terlalu menuntut banyak pada pembel-ajaran teori. Teori hanyalah penunjang bagi keterampilan yang kita inginkan. Kita perlu ingat bahwa learning by doing jauh lebih baik daripada learning by listening! Dengan learning by doing, siswa mengalami secara langsung apa yang sedang dipelajarinya sehingga pengalaman ini menjadi miliknya secara per-manen. Kita juga harus ingat bahwa jika kita mendengar, maka kita dapat lupa, tetapi jika kita melakukannya, maka kita akan selalu dapat! Sekali kita melakukan, maka pada saat dibutuhkan, kemampuan tersebut dapat muncul dan diperguna-kan lagi.

Seperti mesin foto copy yang bekerja hanya karena melihat apayang dikerjakan dan tidak melakukan aktivitas lainya, maka kemampuannya hanya sesaat itu saja sehingga jika besoknya kita ingin melakukannya, maka mesin tersebut tidak bakal dapat melakukannya. Coba kita datang ke sebuah tempat fotocopy, maka yang kita inginkan diletakkan pada sebuah kaca datar. Lantar dilihat oleh mesin tersebut dengan cahaya kuat dan keluarlah lembaran kertas dengan isi sama dengan yang dilihatnya. Tanpa ada kreasi apapun!

Seharusnya kita adalah satu unit komputer, yang pada saat dipakai, dia juga melakukan aktivitas, memproses segala hal yang dilakukan, maka pada saat kita perlukan, semua yang kita butuhkan dapat muncul kembali dan dapat digunakan lagi. Begitulah seharusnya yang kita ciptakan/kondisikan pada anak didik kita. Anak didik kita harusnya kita kondisikan untuk selalu siap meng-hadapi setiap kondisi hidupnya. Kapanpun dibutuhkan kemampuan dirinya, maka saat itu juga dapat menjawab tatangan tersebut. Dan, yang lebih baik lagi adalah bahwa kemampuan tersebut masih ditambah degan kreativitas yang lebih baik, improvisasi terhadap kondisi kemampuannya untuk menyesuaikan-nya dengan kondisi yang diminta oleh tantangan hidup tersebut.

Sedangkan jika kita belajar sambil melakukan apa yang perlu kita pelajari, jauh lebih efektif dari pada hanya menjadi pendengar setia segala penjelasan guru. Walaupun kita mengenal gaya pemelajaran ada 3 (tiga), yaitu visual, auditori dan kinestetik, tetapi pada kenyataannya yang banyak dan efektif adalah gaya kinestetik. Kita tidak dapat mengingkari hal tersebut.

Prinsip ekonomis dalam belajar

Jika kita berbicara tentang konsep ekonomis, rasanya lain di dalam proses pemelajaran. Bagaimana mungkin kita dapat berpikir untuk bertindak ekono-mis di dalam pemelajaran? Apakah dengan mengurangi jatah belajar anak didik? Atau yang lainnya?

Tentunya kita tidak boleh mengurangi jatah belajar anak didik. Jatah pemelajaran yang harus diberikan sudah disusun secara sistematis dan berke-sinambungan sehingga jika terjadi penyunatan materi, tentunya bakal berakibat serius pada masa mendatang.

“Wah, belum diajarkan!” begitu teriak para siswa jika mereka belum pernah mendengar tentang sesuatu yang ditanyakan oleh guru pada tingkatan atas atau guru yang lain. Jika hal tersebut terjadi, tentunya cukup riskan bagi masa depan anak didik.

Prinsip ekonomis yang kita maksudkan dalam konteks ini adalah dengan mengefektifkan waktu dan proses, bukan dengan mengurangi jatah materi pel-ajaran. Bahkan, dengan efektivitas pemelajaran, maka diharapkan hasil pemel-ajaran dapat maksimal.

Beberapa hal yang menunjukkan upaya ekonomisasi kegiatan pembel-ajaran ada banyak sekali. Setiap guru seharusnya mampu melaksanakannya dengan sebaik-baiknya agar proses pemelajarannya lebaih maksimal, sebagai-mana konsep ekonomis yang dimaksudkan. Langkah-langkah tersebut adalah:

a. Mengurangi kebiasaan membuang waktu

Ekonomisasi pemelajaran, misalnya dengan mengurangi kebiasaan mening-galkan kelas pada saat proses pemelajaran. Hal ini seringkali dilakukan oleh guru, dengan berbagai keperluan. Tentunya dengan mengurangi kegiatan ini, maka pemelajaran menjai lebih maksimal. Ekonomisasi pemelajaran, misalnya dengan mengurangi kebiasaan meninggalkan kelas pada saat proses pemelajaran. Hal ini seringkali dilakukan oleh guru, dengan berbagai keperluan. Tentunya dengan mengurangi kegiatan ini, maka pemelajaran menjai lebih maksimal.

Seharusnya guru benar-benar bersikap ekonomis terhadap waktu jatah pemelajarannya. Umumnya, jatah waktu kita adalah 2 (dua) jam pelajaran, yaitu 2 X 45 menit atau 90 ‘ (sembilan puluh menit). Jatah waktu ini jika kita perhitungkan dengan materi dan skenario yang sudah kita buat, tentunya pas. Tetapi kenyataannya seringkali kita mendengar ada guru yang mengata-kan materinya ketinggalan (Ada teman yang bilang; ketinggalan di rumah!). Sungguh ungkapan yang sangat lucu!

Jika kita telaah, maka ‘kehabisan’ waktu yang dimaksudkan oleh guru tidak lain adalah tidak diterapkannya prinsip ekonomis dalam proses pembelajar-annya. Mereka kurang mengefektifkan jatah waktu yang sudah mereka alokasikan untuk proses pemelajaran, justru dipergunakan untuk melakukan sesuatu yang lainnya.

Prinsip ekonomis yang kita maksudkan dalam hal ini memang terkait dengan pengurangan penggunaan waktu yang tidak efektif. Jika guru dapat melaku-kan hal ini, maka dipastikan proses pemelajaran yang dilakukan guru benar-benar mengarah pada penyampaian materi sesuai dengan jatahnya.

Dengan mengurangi kebiasaan meninggalkan ruang kelas pada saat proses pemelajaran berlangsung, maka materi yang menjadi jatah siswa tersampai-kan secara utuh. Berarti kompetensi yang diharapkan pada siswa dapat ter-capai maksimal.

b. Melaksanakan Skenario Pemelajaran

Skenario pemelajaran adalah garis besar atau jalur yang harus dilakukan untuk proses pemelajaran. Dengan skenario ini, maka kegiatan pemelajaran dapat dilakukan secara sistematis dan konsisten dengan jatah pemelajaran.

Dengan skenario ini, maka tata urutan materi pemelajaran dapat dilakukan sehingga perubahan tingkat kemampuan siswa lebih terkontrol dan memu-dahkan siswa menerima setiap perubahan materi pelajaran.

Pembelajaran adalah sebuah proses, maka dengan adanya skenario ini, maka setiap detail kegiatan yang dilakukan guru merupakan implementasi dari jatah pelajaran. Sebagai sebuah proses, maka tentunya harus ada draft yang pasti sehingga guru tidak melakukan penyimpangan saat memberikan materi pelajaran.

Prinsip ekonomis dalam pemelajaran tidak lain adalah dengan melaksanakan skenario pemelajaran secara tepat. Dengan menerapkan isi skenario yang sudah disusun oleh guru, maka tidak ada penyimpangan materi pelajaran sehingga saat akhir semester semua pengetahuan dan keterampilan tersam-paikan.

Dengan mengikuti skenario yang sudah disusun, maka konsistensi guru terjaga dan kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya penerapan prinsip ekonomis dalam pemelajaran. Dalam hal ini, kita memberikan materi pelajaran untuk anak didik sesuai dengan scenario yang disusun.

Sebagaimana umumnya sebuah scenario, maka eksistensinya merupakan tuntunan bagi proses kerja. Oleh karena itulah, maka seorang guru harus melaksanakan scenario sebaik-baiknya. Sekali lagi hal ini untuk menghindari terjadinya penyimpangan atas materi yang harus diberikan pada anak didik.

c. Guru membuat Modul Pembelajaran

Membuat modul? Duh mendengar kata membuat saja sudah sedemikian sulitnya, apalagi jika uah dibuat tersebut adalah sebuah modul atau buku paket pemelajaran.

Bukan rahasia lagi, bahwa masih cukup banyak guru yang belum terbiasa untuk menulis, walau sekedar materi untuk pemelajarannya. Kita tidak mengetahui, apa yang sebenarnya terjadi sehingga kesulitan tersebut selalu saja menyelimuti para guru kita.

Modul dapat kita katakana sebagai ringkasan materi pelajaran yang kita susun berdasarkan tata urutan yang sistematis. Dengan modul ini, maka guru dapat memberikan pelajaran tanpa harus memberikan beban ekonomi pada anak didik.

Tentunya dalam hal ini, modul yang dibuat oleh guru jauh lebih murah dibandingkan buku yang ditawarkan oleh para penerbit. Dan, tingkat keterlaksanaan pemelajaran lebih baik sebab guru mengetahui tingkat ke-mampuan anak-anaknya.

Pembuatan modul pada dasarnya adalah jawaban guru atas penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada sekolah bersangkutan. Bukankah didalam kurikulum tersebut disampaikan secara implicit bahwa setiap sekolah mempunayi hak otonomi atas proses pemelajaran yang dilaksana-kannya.

Pada sisi yang lainnya, modul yang dibuat oleh guru setidaknya telah memberikan nilai plus pada guru bersangkutan sebab dalam proses sertifikasi, modul merupakan bukti karya tulis yang diperhitungkan sebagai kompetensi intelektual. Disamping itu, tidak menutup mata, dengan menulis modul, maka guru mempunyai masukan dari penggandaan modul tersebut.

Bertindak ekonomis didalam proses pembelajaran memang merupakan salah satu langklah konkrit untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang menjadi tanggungjawab kita. Hal ini adalah untuk meningkatkan efektivitas proses agar didapatkan hasil maksimal. Memberi sedikit dapatkan banyak!

Akuntabilitas Publik dalam dunia pendidikan

Sekolah adalah institusi publik, sehingga selalu menjadi perhatian publik. Setiap kegiatan dan kebijakan yang diterapkan sekolah selalu menjadi perhatian publik atau masyarakat. Apalagi jika berkaitan dengan dana.

Selama ini, institusi sekolah dianggap sebagai institusi yang masih erat memegang idealisme sehingga penyimpangan-penyimpangan dianggap tidak akan terjadi. Sekolah adalah institusi yang masih memegang nilai-nilai positif.

Dan, untukagar asumsi tersebut benar-benar dapat diwujudkan, maka si salam system pengelolaan dana perlu diterapkan system manajemen yang benar-benar sesuai dengan kebutuhannya.

Hal ini tidak lain untuk mewujudkan tekad meningkatkan kualitas pendidikan secara umum. Dengan system pengelolaan dana yang baik, maka sekolah sudah menerapkan nilai-nilai positif.

Jika ternyata masih terdapat penyimpangan dalam penggunaan dana yang ada, baik dari masyarakat maupun dari pemerintah, maka secara langsung mendapatkan respon dari masyarakat. Oleh kondisi inilah, maka sekolah harus benar-benar terbuka dan menerapkan kejuruan sebagai landasan langkahnya.

Untuk dapat menerapkan konsep-konsep tersebut, maka perlu adanya kerjasama dari sekolah dengan masyarakat. Kerja sama ini sangat penting sebab sebagai pelaksana kegiatan, sekolah membutuhkan kontroling dari luar agar dapat mengatur kegiatan secara baik.

Pihak sekolah, dalam hal ini kepala sekolah sebagai manager harus mampu menciptakan sebuah network dengan masyarakat dan kondisi yang kondusif. Oleh karena itulah, maka kepala sekolah harus menerapkan transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana. Pada sisi inilah kita dapat mengetahui tingkat kejujuran dan profesionalitas seorang kepala sekolah dalam mengelola sekolah yang dipimpinnya.

Pendidikan Berbasis Masyarakat

Pendidikan berbasis mamsyarakat yang dimaksudkan dalam hal ini adalah memberdayakan kemampuan yang ada di masyarakat secara maksimal untuk mewujudkan pendidikan nasional

Peran masyarakat di dalam pendidikan adalah kontrol kegiatan sekolah, khususnya berkaitan dengan penggunan dana dan kegiatan sekolah lainnya. Hal ini terkait pada konsep dasar bahwa pendidikan itu sebenarnya dari dan untuk kemajuan masyarakat. Oleh karena itulah, maka peran masyarakat sangat diharapkan berupa kontribusi pemikiran, dukungan moral, dana dan kepeduli-annya terhadap proses pendidikan.

Bentuk bantuan yang diberikan oleh masyarakat ini sangat penting untuk pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan. Salah satu aspek yang perlu adalah bantuan kontroling masyarakat terhadap penggunaan dana oleh sekolah.

Dengan berbasis masyarakat, maka secara langsung sekolah ber-tanggungjawab terhadap masyarakat sehingga dapat mencegah penyimpangan di dalam penerapanan anggaran sekolah. Peran serta masyarakat di dalam hal ini adalah dalam pengelolaan sekolah.

Masyarakat secara aktif diikutsertakan dalam upaya pengembangan dan perkembangan sekolah, dunia pendidikan umumnya agar timbul kesadarad masyarakat terhadap iklim pendidikan yang menjunjung tinggi nilai-nilai positif.

Di dalam konsep pendidikan berbasis masyarakat ini dibutuhkan upaya atau strategi agar tumbuh kesadaran pada seluruh elemen masyarakat terhadap kondisi sekolah atau dunia pendidikan pada umumnya.

Untuk hal tersebut, penyadaran dilakukan dengan memberikan penyadaran kepada masyarakat bahwa keberhasilan pendidikan merupakan tanggungjawab bersama. Dalam hal ini masyarakat harus berpartisipasi, sekolah harus mengkomunikasikan program, menyesuaikan program dengan kebutuhan masyarakat, mempubikasikan program kepada masyarakat dan transparansi dalam segala hal.

Akuntabilitas publik

Akuntabilitas publik memang merupakan sebuah keharusan jika kita menerap-kan pendidikan berbasis masyarakat. Publik yang kita maksudkan dalam hal ini tidak lain adalah masyarakat.

Oleh karena itulah, maka sekolah haruslah mempertanggungjawabkan semua kegiatannya, terutama berkaitan dengan penggunaan dana sehingga transparansi bagi masyarakat. Hal ini merupakan hak masyarakat sebab berkaitan dengan peningkatan kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik yangdiberikan oleh sekolah.

Untuk mewujudkan akuntabilitas publik ini adalah dengan melakukan suatu bentuk transparansi yang dapat diartikan sebagai suatu tindakan jujur, tidak bohong, polos, tidak curang, apa adanya, dan terbuka terhadap masyarakat. Hal ini dilakukan dengan mendayagunakan jalur komunikasi yang baik, baik informasi atau pengaduan yang disampaikan masyarakat kepada sekolah.

Hal ini untu mengurangi terjadinya penyimpangan dan pelanggaran hukum oleh sekolah. Misalnya penggunaan dana tidak seusai dengan alokasi-nya, apalagi sama sekali tidak dialokasikan, alokasi fiktif. Apalagi penggunaan dana untuk keperluan pribadi kepala sekolah atau pengelola sekolah.

Dengan uraian tersebut, maka setidaknya tugas kepala sekolah atau pengelola dana kegiatan sekolah lebih ringan, mudah dan kecil resiko sebab didukung oleh seluruh elemen masyarakt serta menjadi tanggungjawab bersama.

Disinilah pentingnya akuntabilitas dan transparasi pengelolaan dana pendidikan untuk peningkatan kualitas pelayanan dan pendidikan pada umumnya. Agar konsep pendidikan tetap pada nilai-nilai positif.

Minggu, 06 Juli 2008

Pentingnya Warta Edukasi

Proses pendidikan dan pembelajaran di negeri ini seringkali dianggap terlalu ketinggalan informasa dan segalanya. Untuk itulah, maka Warta Edukasi diharapkan dapat menjadi salah satu jembatan penghubung bagi semuanya, khususnya berkait dengan dunia pendidikan
Anda mempunyai informsi atau kesulitan dalam proses pendidikan dan pemelajaran, mari kita bahas bersama di sini.