Sabtu, 16 Agustus 2008

Pembunuhan Pasif menjadi Fenomena

Pembunuhan! Ya, setiap hari pemberitaan tentang pembunuhan seakan udah menjadi hal yang biasa. Nyawa seakan merupakan barang biasa yang sedemikian mudahnya untuk diambil dan dipermainkan. Hanya karena masalah kecil saja, maka nyawa dijadikan sebagai penggantinya!
Bahkan, sekiranya boleh diperumpamakan, nyawa manusia atau mungkin manusia sudah dianggap tidak lebih dari binatang, yang sebegitu mudah untuk ‘dijagal’ atau diperdagangkan secara bebas! Nyawa hanyalah bahan permainan yang setelah tidak diperlukan, maka dapat dibuang begitu saja!
Rasanya sekarang ini sudah begitu murah dan mudahnya merampas nyawa manusia. Hal tersebut dapat kita lihat, baca bahkan kita temukan setiap hari melalui media massa. Bahkan, tidak jarang media massa begitu vulgar di dalam pemberitaannya, seringkali over, berlebih sehingga menjadi komoditi tontonan yang dianggap mengasyikkan bagi masyarakat luas.
Sejak kita bangun di pagi hari, kita sudah mendengar berita tentang hal-hal seperti itu. Sungguh!
Sebenarnya apa yang sedang terjadi dan dialami oleh manusia jaman sekarang ini? Apakah sebegitu bergesernya nilai-nilai kemanusiaan sehingga pola kehidupan jahilliah muncul lagi kepermukaan dan menjadi gaya hidup, khususnya pada saat harus menyelesaikan permasalahan hidup?!
Pemikiran sehat sudah terkalahkan oleh kegelapan yang terbentang dalam segala hal! Mungkin pembunuhan seperti ini merupakan hal-hal yang terwujudkan secara jelas. Begitu saja kita sudah begitu merinding jika harus membayangkan, betapa kesakitan dan rasa tidak rela disampaikan para korban kepada pelaku ‘penjagalan’. Siapa yang rela nyawanya diambil paksa oleh yang lainnya?! Bahkan binatang saja meronta saat hendak dibantai di penjagalan! Cacigng saja menggeliat saat terancam oleh injakan kaki atau atau sekedar dipegang.
Duh! Manusia sekarang begitu ganasnya. Nilai-nilai kemanusiaan sudah menghilang dari kehidupan dan nurani manusia. Entah, apakah ini sebagai akibat himpitan masalah hidup yang semakin kuat ataukah sebuah ‘kesenangan’ semata?? Kesenangan yang harus dibayar mahal dengan melayangnya nyawa yang lainnya!
Kejadian ini tentunya sangat mencekam hati setiap orang. Jangankan melihat tampilan berita kematian seperti ini, dibantai, dijagal, sedangkan mendengar orang mati tanpa sebab saja kita seringkali merasa merinding. Jika kita mendengar seseorang yang meninggal, sedangkan kemarinnya masih bersama kita saja kita merasa takut, apalagi mendengar orang dibantai seperti itu.
Bagaimana-pun pembunuhan memang merupakan satu sikap atau pola kelakuan yang tidak boleh dilakukan sembarangan, apalagi sesama manusia. Hal itu menunjukkan bahwa kita telah kehilangan rasa dan naluri kemanusiaan yang selama ini menjadi panutan hidup kita.
Walaupun kita menyadari bahwa sangat banyak orang yang menjadi pembunuh bagi orang lain. Ya. Kita semua sebenarnya adalah para pembunuh yang seringkali tidak menggunakan nalar saat harus membunuh orang lain!
Coba kita pikirkan kembali, ingat kembali beberapa hari ke belakang dan koreksi apa saja yang telah kita lakukan, baik secara verbal maupun perbuatan. Dari semua itu, coba kita klasifikasikan, kelompokkan hal-hal tersebut dalam kategori positif dan negatif!
Berapa banyak perbuatan kita yang masuk dalam kelompok positif? Berapa banyak kegiatan kita yang masuk dalam kelompok negatif? Dari klasifikasi tersebut, maka kita dapat mengetahui bahwa ada perbuatan yang mengangkat dan ada perbuatan yang menjatuhkan orang lain.
Perbuatan yang mengangkat mempunyai dampak positif bagi kehidupan seseorang sehingga dengan perbuatan yang kita berikan terhadap orang lan, maka tumbuh dan berkembang kesadaran pada orang tersebut untuk mengikuti apa yang kita lakukan atau kita katakan kepada mereka.
Perbuatan yang menjatuhkan mempunyai dampak negatif pada kehidup-an seseorang sehingga dengan perbuatan yang kita lakukan terhadap orang ter-sebut, maka tumbuh dan berkembang sikap antitese, bertentangan dengan kondisi yang diharapkan oleh semuanya.
Selanjutnya perbuatan negatif yang kita berikan kepada seseorang me-micu jatuhnya perasaan dan kepercayaan diri seseorang sehingga sangat berpotensi untuk terjadinya pembunuhan terhadap segala kemampuan yang dimiliki oleh seseorang.
Ya. Saat sekarang ini sangat banyak orang yang secara tidak sadar telah menjadi pembunuh pasif. Yaitu membunuh tetapi tidak membunuh secara fisik! Banyak orang yang secara tidak sadar telah melakukan perbuatan yang sangat menghalangi pertumbuhan dan perkembangan potensi diri seseorang. Hal ini terjadi sebab seseorang merasa tidak nyaman dengan segala perbuatan yang kita berikan!
Ya. Sekarang ini memang sangat banyak orang yang menjadi pembunuh, walaupun tidak mengakui sebagai pembunuh. Siapa sih yang mau mengakui perbuatan negatifnya? Kalau hal seperti itu ada, tentunya sudah penuh isi LAPAS. Tetapi, pembunuh pasif tidak akan dapat kita tengarai, deteksi secara cepat dan tepat sebab proses pembunuhan yang dilakukan adalah merupakan sebuah evolusi, perubahan yang terjadi secara perlahan-lahan. Pelan tetapi pasti!
Pembunuh pasif yang kita maksudkan dalam hal ini adalah pembunuh yang secara tidak langsung menjadi penyebab ‘terbunuhnya’ seseorang dalam kehidupannya. Cukup banyak orang yang telah mati di dalam kehidupannya. Mereka tidak mempunyai semangat hidup, sebagaimana syarat hidup yang ideal! Semangat hidup mereka telah tertusuk oleh perbuatan yang tanpa sadar telah dilakukan oleh seseorang, kita, atasan, atau kolega hidup.
Ada banyak teknik pembunuhan pasif yang dilakukan oleh banyak orang yang pada akhirnya benar-benar menjadikan seseorang menjadi ‘tidak hidup’ di dalam kehidupannya. Ya, banyak orang yang telah ‘mati’ walaupun mereka masih hidup.
Di kantor, di tempat-tempat umum atau scara keseluruhan tempat, seringkali kita mendapati para pimpinan atau orang-orang yang merasa lebih kuat posisinya, yang melakukan pembunuhan terhadap bawahannya atau orang - orang yang dekat dengan mereka. Orang-orang berkuasa ini dengan seenaknya melakukan tindakan - tindakan yang ternyata berpotensi untuk membunuh bawahannya.
Beberapa kegiatan yang berpotensi menjadi alat untuk membunuh secara pasif bagi orang-orang adalah:

a. Kata-kata yang kasar
Kata-kata kasar merupakan alat pembunuh pasif yang sangat efektif untuk mematikan seseorang dalam kehidupannya. Dengan kata-kata yang kasar, maka menjadikan karakter seseorang menjadi down dan akhirnya menjadi-kan seseorang malas untuk melakukan sesuatu karena takut dikasari melalui kata-kata.
Kejadian ini sering kita alami, bahkan kita lakukan pada orang-orang di sekitar kita. Mereka begitu gampangnya mengumbar kata-kata kasar untuk orang-orang lain, khususnya yang dianggap tingkatannya ada di bawah kita. Mereka mengeluarkan kata-kata kasar sebagai bentuk pelampiasan emosi tak terkendali atau sekedar ingin pamer force pada orang lain untuk mengingat-kan posisi mereka terhadap orang lain.
Kata-kata kasar itu pada dasarnya merupakan belati tajam yang langsung dihunjamkan ke ulu hati! Ya. Kata-kata kasar itu bahkan jauh lebih tajam dari belati yang setiap hari kita pergunakan untuk keperluan hidup.
Orang bilang bahwa lidah lebih tajam dari pedang! Memang benar perum-pamaan yang berlaku di dalam kehidupan kita selama ini. Maka tidak aneh jika kita selalu diarahkan untuk dapat menjaga lisan kita, lidah kita. Orang Jawa bahkan mempunyai falsafah yang sangat bagus yang bunyinya sebagai berikut: Ajining diri saka lathi, ajining raga saka busana! Artinya harga diri itu dari lidahnya, harga badan dari pakaiannya.
Lidah menjadi aspek yang terpenting di dalam kelangsungan hidup sese-orang. Jika seseorang dapat menjaga lidahnya, maka kehidupannya juga terjaga dengan baik. Tetapi, jika lidahnya lepas, maka hidupnya-pun dapat lepas!
Kata-kata kasar yang lepas dari tarian lidah tak terkendali menjadikan sese-orang merasa begitu kecilnya sehingga segala kepercayaan diri atas kemam-puannya pupus. Kata-kata kasar menjadikan seseorang kehilangan semangat hidupnya. Mereka yang mendapatkan kata-kata kasar menjadi terjangkiti sakit minder. Dan jika seseorang minder, itu artinya sudah mati dalam hidup.
b. Perbuatan yang tidak menyenangkan
Hal kedua yang menjadikan seseorang terbunuh dalam kehidupannya ada-lah perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan seseorang kepada orang lain. Perbuatan tidak menyenangkan ini sangat berpotensi terhadap ter-bunuhnya seseorang di dalam kehidupannya.
Tetapi, kenyataan seperti ini seringkali dilupakan oleh seseorang atau banyak orang sehingga pembunuhan pasif tetap saja dilakukan oleh hampir semua orang.
Ada banyak perbuatan yang tidak menyenangkan, yang setiap saat kita alami dari orang lain yang pada akhirnya menjadikan orang lain ‘mati’ dalam hidupnya. Mereka tidak mempunyai kemauan, semangat untuk melanjutkan kegiatan hidupnya sebab semangat tersebut sudah tertusuk oleh perbuatan tidak menyenangkan yang diterimanya dari pimpinan atau orang lain di tempat kerja atau tempat hidupnya.
Kejadian ini seringkali dialami oleh seseorang akibat perlakuan tidak baik dari orang lain. Hal ini terjadi sebab perlakuan tidak menyenangkan sering-kali menjadikan seseorang trauma psikis dan menyebabkan tidak mampu melakukan kegiatan, kerja yang menjadi tanggungjawab dan kewajibannya.
Jka seseorang sudah mengalami perlakuan tidak menyenangkan, maka sebagai dampaknya, di dalam dirinya muncul semacam perlawanan sebagai bentuk perlawanan diri, pertahanan diri atas stimulus negatif bagi dirinya. Hal ini menjadikan mereka merasa terancam dan wajib melakukan perlawan-an terhadap sumber stimulus tersebut.
Dengan demikian, maka dengan melakukan perbuatan tidak menyenangkan kepada seseorang, maka sebenarnya pada saat itu kita sudah ‘membunuh’ segala potensi yang dimliki seseorang dan mengakibatnya hilangnya se-mangat kerja/hidup. Dan, kondisi tersebut tidak lain adalah adanya pem-bunuhan terhadap eksistensi diri dalam kehidupan.

c. Penempatan/penugasan yang tidak tepat tempat/wrong place
Hal ketiga yang mempunyai potensi sebagai pembunuh pasif bagi seseorang adalah penempatan posisi yang tidak tepat tempat/wrong place. Jika sese-orang diletakkan pada posisi yang tidak sesuai dengan kemampuan dirinya, maka hal tersebut dapat menjadikan seseorang kehilangan semangat hidup dan pada akhirnya mampu menjadi alat pembunuh yang efektif.
The right man is the right place. Orang yang tepat pada tempat yang tepat! Ini merupakan sebuah pepatah yang selama ini menjadi pedoman untuk efektifitas kegiatan setiap institusi atau kelompok kerja. Artinya jika kita menempatkan orang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, maka pekerjaan yang menjadi tanggungjawab dan kewajibannya dapat diselesai-kan sesuai dengan program yang sudah disusun. Dengan demikian, maka kerja menjadi efektif. Setiap orang dapat mengeksplorasi kemampuannya secara maksimal sebab yang ditangani merupakan kemampuan dirinya.
Tetapi, jika penempatan yang tidak tepat, maka potensi terjadinya pem-bunuhan pasif terhadap seseorang sangat besar kemungkinan terjadinya. Seseorang yang berada pada posisi yang salah menjadikan seseorang tersiksa dan tidak tenang hidupnya. Mereka merasa bahwa apa yang mereka kerjakan adalah sebuah hukuman yang harus dilakukan sebagai konsekuensi atas kesalahan, yang tentunya tidak mereka ketahui, apa.
Memang, mutasi atau perguliran posisi merupakan hal yang wajar di dalam sebuah institusi atau perusahaan, tetapi jika mutasi dilakukan tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, maka hal tersebut tidak berbeda dengan pembunuhan pasif.
Jika kita berada di tempat yang tidak sesuai dengan kemampuan yang kita miliki, tentunya hal tersebut sebuah siksaan yang teramat berat. Untuk watu yang pendek, mungkin tidak menjadi masalah. Tetapi, jika hal tersebut ber-laku pada waktu yang relatif lama, maka siksaan yang dirasakan oleh sese-orang mampu menjadikannya ‘terbunuh’ ditempat kerjanya akibat posisinya yang tidak sesuai dengan kemampuan dirinya.
Dapat kita bayangkan, jika seseorang yang biasanya bergelut dengan obat, ternyata dipindahtugaskan pada bagian yang menangani mesin. Tentunya mereka tidak tenang, mereka tidak nyaman dalam bekerja. Dan, mereka jadi terbunuh!

d. Tidak adanya reward bagi prestasi seseorang
Setiap orang pada dasarnya menginginkan adanya pengakuan atas eksistensi oleh orang lain. Dengan pengakuan ini, maka dapat berinteraksi maksimal di dalam hubungan antar personal yang tercipta sebagai konsekuensi atas kehidupan bermasyarakat.
Salah satu aspek penting di dalam pengakuan eksistensi adalah pengakuaan yang diwujudkan dalam bentuk penghargaan atau reward atas berbagai hal yang sudah dilakukan untuk kehidupan ini. Dengan memberikan reward atas prestasi yang diperbuat oleh seseorang, maka hal tersebut dapat menjadi motivasi positif untuk mengembangkan diri lebih bagus.
Tetapi, jika seseorang telah menghasilkan atau melakukan sesuatu yang dapat menaikkan prestasi atau kualitas institusi tetapi tidak mendapatkan respon positif atau reward yang sesuai, tentunya hal tersebut menjadikan seseorang enggan melakukan hal yang sama untuk mendongkrak ataupun untuk membangun brand positif institusi tempatnya bekerja.
Penghargaan yang diberikan seorang pimpinan kepada anak buah yang mempunyai prestasi atau kegiatan yang mampu membawa institusi pada tingkatan yang lebih baik, tentunya membawa dampak pada sikap seseorang, secara pribadi terhadap pimpinannya. Respon pribadi ini bakal diyakini mampu menciptakan imej positif dan menjadi penyemangat anggota lainnya untuk ikut melakukan hal yang sama agar mendapatkan reward sebagai-mana teman mereka.
Tetapi, jika reward sangat sulit didapatkan dari seorang pimpinan, maka tumbuh imej di hati semua orang bahwa tidak ada manfaatnya bagi mereka untuk membuat prestasi gemilang di institusi mereka. Dan, kondisi seperti ini tidak berbeda dengan matinya institusi akibat matinya semua orang akibat pembunuhan pasif yang dilakukan oleh sang pimpinan.
Banyak pimpinan yang lupa atas kondisi seperti ini dan hanya ingat bahwa institusi harus ditumbuhkembangkan secara maksimal dan masalah reward hanyalah soal remehtemeh!
Tidak memberikan reward atas prestasi seseorang sebenarnya adalah anak panah yang langsung terlepas dari busurnya dan menancap dalam-dalam ke jantung seseorang, bahkan hatinya menjadi terluka sebab merasa sia-sia semua yang telah dilakukannya sebab tidak ada respek positif dari pimpinan. Dan, matilah kreativitas seseorang. Matilah hidupnya didalam kehidupan institusi tempatnya bekerja. Mereka telah dibunuh seseorang/pimpinan secara pasif. Pembunuhan yang tidak langsung dirasakan secara fisik, me-lainkan bersumber pada psikis.

Dan, selamanya jika kita selalu berhadapan dengan pembunuhan, maka setiap kali itu pula maka kita merasakan betapa siksaan begitu berat harus di-tanggung sedemikian rupa sehingga mempunyai kemampuan untuk meng-hancurkan kehidupan secara global.
Pembunuhan secara pasif terjadi pada semua lini kehidupan kita dan kita tidak dapat mencegahnya sebagai sesuatu yang pasti. Setiap orang mempunyai kecenderungan untuk melakukan hal yang sama, yaitu menjadi pembunuh pasif untuk orang lain.
Pembunuhan pasif merupakan pembunuhan karakter yang sebenarnya jauh lebih kejam daripada pembunuhan fisik/aktif. Pembunuhan fisik/aktif mem-berikan dampak pada orang-orang yang ditinggalkan mereka yang menjadi korban. Tetapi pembunuhan pasif akan dirasakan sang korban untuk waktu yang tidak ada yang tahu, setidaknya seumur hidup mereka bakal mengalami akibat dari pembunuhan pasif tersebut.
Jika dampak dari pembunuhan pasif ini tidak kuat ditahan oleh seseorang, maka akibat negatif yang sangat mungkin terjadi adalah kehidupan yang tidak lagi tertata. Bahkan orang dapat menjadi gila. Dan, orang gila itu sebenarnya mereka telah mati di dalam kehidupannya. Orang gila itu memang hidup, tetapi sebenarnya psikisnya sama sekali tidak hidup.
Sekali lagi, pembunuhan pasif jauh lebih kejam daripada pembunuhan fisik, yang kadangkala penderitanya tidak merasakan sakitnya, dampaknya. Tetapi, pembunuhan pasif memberikan dampak yang sangat panjang langsung pada obyek pembunuhannya!
Tetapi, antara kedua pembunuhan tersebut tetap merupakan suatu tindakan yang sangat menyedihkan, maka jangan sekalipun berkeinginan untuk menjadi pembunuh dalam kehidupan kita! Jangan jadi pembunuh!

Tidak ada komentar: