Dalam proses pemelajaran ada banyak metode yang dapat dijadikan sebagai alat untuk memotivasi semangat belajarnya. Dan, metode ini merupakan metode yang efektif di dalam pembangkitan kualitas hasil proses pembelajaran.
Sebagai seorang guru, maka perlu menguasai beberapa metode pening-katan kualitas ini jika menginginkan keberhasilan dalam proses pemelajaran yang dibimbingnya. Tanpa kemampuan penguasaan terhadap metode pening-katan kualitas ini, maka anak didik tidak dapat termotivasi untuk hal tersebut. Apalah artinya proses pemelajaran jika tidak ada motivasi untuk belajar?
Untuk itulah, maka seorang guru sangat penting menguasai beberapa metode peningkatan kualitas tersebut. Beberapa metode interaksi tersebut adalah:
a. Interaksi edukasi yang baik
Untuk dapat menyelenggarakan proses pemelajaran yang efektif, maka guru harus dapat menciptakan sebuah hubungan atau interaksi baik dengan siswanya. Dengan interaksi yang baik, maka proses pembimbing siswa untuk mengikuti dan selanjutnya menguasai materi pelajaran yang diberikan dapat maksimal.
Interaksi edukasi menjadi tuntutan utama bagi proses pemelajaran yang dibimbing oleh guru. Dengan interaksi edukasi ini, maka terjadi komunikasi dua arah antara guru sebagai fasilitator pemelajaran dan siswa se-bagai subyek belajarnya.
Keberhasilan proses pembelajaran pada dasarnya tergantung pada situasi yang tercipta atau diciptakan di atara pembelajar dan pelajar atau pedidik dan pendidiknya. Hal ini terkait dengan konsep dasar pembel-ajaran yang sangat membutuhkan sebuah kondisi yang kondusif. Dan, kondisi kondusif dapat tercipta jika diantara kedua pihak mempunyai persepsi yangs ama terhadap tujuan proses yang mereka jalani. Jika tidak, tentunya kondisi tersebut hanya kamuflase atas tujuan semu semata.
Tanpa interaksi edukasi yang baik, tentunya akan terjadi pereka-yasaan sikap terhadap proses yang mereka lakukan. Dan, jika telah terjadi perekayasaan tentunya hal tersebut sudah merupakan pratanda kondisi negatif.
Untuk mencapai keberhasilan di dalam proses pembelajaran, maka seorang guru harus mampu menerapkan metode interaksi edukasi yang sesuai dengan kondisi saat proses berlangsung. Dan, interaksi edukasi merupakan prasyarat agar tercipta sebuah komunikasi dua arah yang selanjutnya memberikan pengalaman belajar maksimal bagi anak didik.
Peningkatan kualitas hasil proses pembelajaran memang ter-gantung pada sikap para pelaku pembelajaran, pembelajar dan pelajar pada saat meng-ikuti proses pembelajarannya. Hal ini karena pada prinsipnya proses pembelajaran merupakan interaksi antar dua orang atu lebih untuk melakukan perubahan tersistematis pada satu sisi, yaitu anak didik. Jika tidak terjadi interaksi edukasi yang baik, tentunya proses pembelajaran tidak dapat berlangsung maksimal.
b. Interaksi antar personal
Di dalam proses pembelajaran terdapat dua aspek penting, yaitu guru dan anak didik. Kedua aspek ini memegang peranan penting di dalam upaya pencapaian tujuan, dimana masing-masing memposisikan diri sebagai pendidik dan pedidik. Pendidik adalah orang yang memberikan proses pendidikan dan pedidik adalah orang yang menerima atau men-jalani proses pendidikan.
Dengan memperhatikan konsep ini, maka setidaknya kita melihat adalah hubungan yang erat antara guru dan anak didik. Keduanya adalah dwi tunggal. Jika ada guru, maka pasti ada anak didik. Begitu juga sebaliknya. Apalah artinya seorang guru jika tidak ada anak didiknya. Apalah artinya proses pembelajaran anak didik jika tidak ada guru yang membimbing-nya.
Memang kita sering mendengar bahwa ada orang yang dapat belajar secara autodidak. Artinya mereka belajar sendiri. Tetapi, benarkah mereka belajar sendiri?
Jika kita telaah, maka setidaknya ada sosok yang menjadi pusat konsen-trasi saat mereka melakukan kegiatan belajar. Sosok fiktif ataupun sekedar sosok imej yang mereka konsentrasikan sebagai pusat pemikiran dan selanjutnya berharap mendapatkan petuah dari sosok imej tersebut.
Dalam dunia pewayangan kita mengetahui ada seorang yang ingin berguru pelajaran memanah, dan dia sangat berbakat dalam hal tersebut. Sang guru yang hendak digurui melihat kenyataan tersebut. Tetapi karena sang guru sudah terikat sumpah bahwa dia tidak bakal meng-angkat murid dari luar, maka sang calon murid tidak diterima. Tetapi, sang calon murid tidak kehabisan cara. Sang guru boleh menolak keinginannya menjadi murid, tetapi tekadnya sudah bulat untuk mempel-ajari teknik memanah sehingga menguasainya.
Maka sang calon murid tersebut berlatih sendiri di sebuah hutan. Dan, sebagai pelatihnya adalah patung yang dibuat mirip dengan sang guru. Setiap saat calon murid itu berlatih sambil diawasi oleh patung guru tersebut. Bahkan patung tersebut selalu disungkemi setiap menjelang latihan dan seusai latihan. Dan, pada akhirnya kemampuan anak ini setara dengan kemampuan anak yang mendapatkan pelajaran langsung dari sang guru.
Ini adalah kegiatan pembelajaran autodidak. Sang anak belajar sendiri segala materi pelajaran yang seharusnya dipelajari. Tetapi, kita melihat bahwa komunikasi, interaksi antar personal masih saja dibutuhkan. Anak tersebut masih membutuhkan kehadiran seorang guru dan berkomuni-kasi dengan sang guru pada saat melaksanakan proses pembelajaran. Hal ini membuktikan bahwa setiap proses pembelajaran membutuhkan se-buah interaksi antar personal.
Khususnya di dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah, maka interaksi antar personal, guru dan anakdidik sangatlah penting agar proses pengalihan atau transfer pengetahuan, keterampilan dan sikap kepada anak didik benar- benar dapat terjadi. Dengan interaksi antar personal, maka terjadi sharing dan proses peralihan kemampuan. Bukan kah proses pembelajaran itu upaya memidahkan muatan yang lebih ke muatan yang kurang?
Seorang guru dapat dikatakan sebagai sisi yang bermuatan lebih sebab mempunyai kemampuan yang lebih daripada anak didiknya dan anak didik adalah sisi yang bermuatan kurang. Jika kita melakukan proses pembelajaran berarti kran penghubung antara sisi guru dan sisi anak didik harus dibuka sehingga terjadilah aliran pengetahuan, keterampilan dan nilai sikap dari guru ke anak didik. Inilah yang kita maksudkan seba gai interaksi antar personal.
Peningkatan kualitas pembelajaran dapat kita capai jika interaksi antar personal tercipta secara baik dan kondusif. Guru dan anak didik harus mempunyai konsepyang sama terhadap aliran tersebut sehingga apa yang diharapkan dari proses pembelajaran benar-benar terwujudkan.
c. Interaksi intrapersonal
Bahwa peningkatan kualitas hasil proses pembelajaran pada dasarnya kembai pada visi dan misi dasar dari setiap orang yang menjalani proses pembelajaran.
Visi dan misi merupakan landasan terkuat bagi seseorang atau organisasi dalam upaya mencapai tujuan yang diprogramkan. Dengan visi dan misi ini, maka terlihat jelas hal yang harus dilakukan sehingga perjalanan dapat terarah, tidak terjadi pembiasan apalagi penyimpangan dari konsep dasar yang diharapkan dapat dicapai.
Oleh karena itulah, maka di dalam upaya mencapai peningkatan kualitas hasil pembelajaran, maka harus ada komunikasi intern, komunikasi terhadap diri masing-masing. Langkah ini adalah introspeksi terhadap segala yang akan dan telah dilakukan dalam upaya pencapaian tujuan. Introspeksi ini adalah bentuk interaksi yang paling dasar dari banyak interaksi dalam kehidupan.
Setiap saat kita harus berinteraksi dengan diri kita sendiri. Kita ber-komunikasi dengan diri kita tentang berbagai hal yang telah dan akan dilakukan.
Pada saat kita akan melakukan sesuatu, maka kita selalu bertanya pada diri kita tentang segala hal terkait dengan harapan kita. Kita bertanya pada diri kita tentang kemampuan kita melaksanakan kegiatan tersebut. Kita bertanya pada diri kita tentang isi positif dan negatifnya untuk diri kita jika kita melakukan kegiatan tersebut. Ini merupakan introspeksi prakerja, langkah antisipasi yang selalu dilakukan sebagai pertimbangan agar tidak mengalami hal negatif yang merugikan diri dan kehidupan di masa depan.
Selanjutnya, pada saat kita selesai melakukan kegiatan, maka kita bertanya pada diri kita tentang berbagai hal terkait dengan tingkat keberhasilan dan kegagalan dari kegiatan tersebut. Kemudian diputuskan langkah lanjut dari kegiatan tersebut. Jika berhasil, apa yang harus dilakukan dan selanjutnya jika gagal, maka apa yang dilakukan agar tidak terulang dan ditentukan langkah perbaikan dan seterusnya.
Di dalam proses pembelajaran, interaksi intrapersonal sangat penting terkait dengan kesiapan kondisi di dalam diri masing-masing pelaku pembelajaran, pembelajaran dan pelajar. Kedua aspek ini harus mampu melakukan interaksi intrapersonal sehingga tumbuh kesadaran di diri tentang hak kewajiban dan tugasnya di dalam proses pembelajaran.
Dengan meningkatkan interaksi intrapersonal, maka pendidik maupun pedidik menyadari bahwa di dalam proses pembelajaran, mereka mem-punyai tugas masing-masing dan adanya keterkaitan sehingga harus berinteraksi.
Berinteraksi intrapersonal artinya kita melakukan kuminikasi dengan diri kita sendiri terhadap segala hal, khususnya yang terkait dengan kegiatan pembelajaran kita. Ini merupakan introspeksi pada kondisi diri.
Jika kita berhasil melakukan interaksi intrapersonal, maka tentuanya diharapkan tumbuhnya kesadaran atas tujuan mengiuti proses pembel-ajaran.
Dengan melakukan interaksi intrapersonal, maka guru ataupun anak didik dapat mengetahui tingkat kemampuan dirinya terhadap aspek yang sedang mereka pelajari.
Kesadaran atas kemampuan, kompetensi diri inilah yang sebenarnya diharapkan dari proses interaksi intrapersonal ini. Jika setiap aspek mempunyai kesadaran atas kemampuannya, maka proses dapat berlangsung maksimal dan pada akhirnya mampu meningkatkan kualitas hasil proses pembelajaran.
Setiap proses dapat berjalan baik dan berhasil mencapai hasil maksimal jika para pelaku enyadari kompetensi yang dimilikinya sesuai dengan tujuan proses. kesadaran inilah yang sebenarnya dasar darikeberhasilan proses pembelajaran.
Sebagai pelaku pembelajaran, maka guru dan anak didik diharapkan melaksanakan tugas dan kewajibannya berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. Dengan demikian, maksimalitas hasil roses didasari oleh kemampuan maksimal di masing-masing pihak, guru dan anak didik.
Interaksi atau hubungan timbal balik antara dua atu lebih aspek di dalam suatu kegiatan sangat penting di dalam segala hal. Dengan interaksi tersebut, maka tercipta komunikasi lateral yang sangat bermanfaat bagi kehidupan sesama.
Khususnya di dalam proses pendidikan dan pembelajaran, interaksi menjadi jembatan penghubung terciptanya komunikasi yang membawa pada peningkatan kualitas hasil proses pembelajaran.
Dunia pendidikan yang selama ini dianggap terpuruk, sudah waktunya untuk bangkit kembali. Dan, peningkatan tersebut merupakan implikasi dari proses pembelajaran yang berkualitas. Pembelajaran yang kita lakukan merupakan salah satu proses pendidikan secara keseluruhan mencoba untuk segera memperbaiki kondisi, kualitas pendidikan yang selama ini menjadi pekerjaan rumah dan belum selesai dikerjakan oleh kita semua.
Dan, kita sebagai pelaku pendidikan sudah sewajarnya menyamakan langkah, persepsi dan visi serta misi sehingga tekad untuk meningkatkan kuaitas hasil proses pembelajaran benar-benar suatu kenyataan. Langkah yang kita lakukan merupakan implementasi dari visi dan misi yang harus kita capai.
Dan, proses pembelajaran melibatkan banyak aspek dan pihak sehingga harus ada interaksi diantara semua aspek agar dapat mencapai tujuan yang sudah dicanangkan. Interaksi ini sangat penting mengingat kita adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang selalu bergantung pada yang lainnya.
Kita adalah makhluk yang selalu berhubungan dengan yang lainnya agar dapat hidup dengan nyaman dan tenang. Dengan kenyamanan dan ketenangan inilah, maka pelaku pembelajaran dapat melakukan proses pembelajaran dengan baik.
Dari penjelasan yang telah diuraikan di depan, maka setidaknya kita mulai menyadari bahwa agar proses pembelajaran dapat efektif dan berhasil maksimal, maka perlu dbina berbagai bentuk interaksi antara pelaku pembelajaran. Interaksi di dalam proses pembelajaran tidak hanya berlangsung saat proses pembelajaran, melainkan terjadi dalam segala waktu dan kondisi.
Setidaknya kita perlu menyadari bahwa hubungan antara guru dan anak didik didalam proses pembelajaran adalah suatu keniscayaan yang tidak dapat dipungkiri lagi. Upaya meningkatkan kualitas pembelajaran harus diawali dengan kondisi interaksi yang baik dan mendukung proses pembelajaran itu sendiri.
Seorang guru harus mampu membimbing anak didiknya sehingga tercipta interaksi yang baik di dalam proses pembelajaran, baik antar personal, intra personal, maupun interaksi edukasinya.
Komunikasi guru –anak didik menjadi tolok ukur keberhasilan proses. Jika kita memang berkeinginan untuk meningkatkan kualitas hasil pem-belajaran kualitas komuikasi harus ditingkatkan secara signifikan. Selama ini yang menjadi masalah adalah buruknya kualitas komunikasi antara guru – anak didik, pribadi dengan dirinya sendiri dan komunikasi pada saat proses pembelajaran.
Proses pembelajaran terjadi karena adanya proses transfer dan proses transfer adalah bentuk dari komunikasi aktif yang menyebabkan adanya perpindahan kondisi sehingga kondisi seseorang mengalami perubahan positif seperti yang diharapkan.
Maka, untuk dapat melakukan perubahan terhadap hasil proses pembel-ajarannya, seorang guru harus mampu membangkitkan kondisi interaksi guru – anak didik, anak didik – anak didik di dalam kelas pembelajaran-nya.
d. Interaksi transpersonal
Interaksi transpersonal mengutamakan proses saling silang antar personal secara lebih luas. Dengan demikian setiap personal yang berada di dalam proses pembelajaran berpotensi untuk menciptakan suatu koneksi tanpa ada batasannya.
Di dalam proses pembelajaran, ada komunitas yang mempunyai visi dan misi yang sama, yaitu melakukan proses agar terjadi transfer and receive secara timbal balik. Guru memberikan bimbingan kepada anak didik dalam proses belajar dan anak didik menerima materi yang diberikan oleh guru. Take and give adalah konsep dasar yang menyebabkan terjadinya proses pembelajaran di kelas belajar. Tanpa adanya take and give, maka proses pembelajaran berubah menjadi sebagai doktrinasi konsep yang tentunya menyimpang dari konsep dasar pembelajaran.
Konsep take and give memungkinkan terjadinya interaksi mutualisme yang mampu meningkatkan kualitas hasil proses pembelajaran. Dengan take and give masing-amsing pelaku interaksi dapat mengembangkan diri dengan memberi dan menerima informasi yang ada.
Interaksi transpersonal secara bebas emberikan kemudahan bagi masing-masing pihak terhadap proses transfer kompetensi yang dimiliki. Kondisi ini diyakini dapat berpotensi sebagai penumbuh dan pengembang kompetensi yang sudah dimiliki masing-masing.
Bahwa kita tidak dapat hidup sendiri sebab sebagai makhluk social, maka eksistensi orang lain di dalam diri merupakan suatu keniscayaan. Kita tidak dapat eksis tanpa eksistensi orang lain. Kita hidup saling me-lengkapi. Nonsense, jika ada orang bilang dapat hidup sendiri. Tidak membutuhkan orang lain. Bagaimana mungkin dapat memenuhi ke-butuhan hidup secara keseluruhan. Sendirian?! Nonsens!
Terkait dengan proses pembelajaran, dua aspek utama, guru dan anak didik merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Mereka adalah team activity. Ada yang belajar, maka ada yang mengajar.
Sebagai team activity, maka eksistensi proses selalu terkait dengan interaksi transpersonal yang mutualisme. Anak didik menerima informasi yang bermutu dari guru dan memberikan pola situasi belajar yang bermutu pula. Bahwa sebenarnya kebermutuan proses pembelajaran sangat ditentukan oleh pola belajar yang diterapkan oleh anak didik. Guru hanya memfasilitasi proses yang dilakukan oleh anak didik. Tetapi sebagai team activity, maka guru dituntut untuk dapat memfasilitasi proses pembelajaran secara utuh.
Jika kita ingin meningkatkan hasil proses pembelajaran yang kita laksana-kan, maka konsep interaksi transpersonal dengan mengutamakan proses take and give harus kita terapkan secara baik dan benar serta dikondisikan sebagai situasi pembelajaran yang terstruktur secara sistematis dan sistemik.
Untuk mencapai kondisi tersebut, maka perlu adanya keseragaman, kesamaan langkah pada pengelolaan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru.
Begitulah pentingnya interaksi edukasi dalam bentuk take and give dalam proses transformasi kemampuan untuk mencapai keberhasilan dalam pencapaian tujuan belajar. Oleh karena itulah, maka guru dan anak didik harus memahami dan menerapkannya dengan sebaik-baiknya.
Anak didik mengambil (take) dan guru memberi (give) sehingga peng-aliran kompetensi benar-benar dapat dicapai. Begitulah sesungguhnya yang hendak kita inginkan pada proses pembelajaran.
Dan, interaksi di dalam proses pmerupakan langkah konkrit yang seharusnya dilakukan oleh guru dan anak didik agar tercapai efektivitas maksimal.
Proses pembelajaran tidak akan berhasil jika tidak ada interaksi efektif di dalam proses pembelajaran. Oleh karena itulah, maka kita harus mengkondisikan proses pembelajaran dengan menciptakan interaksi efektif di kelas pembelajaran.
Di dalam proses pembelajaran kita memang dituntut untuk dapat mewujudkan keberhasilan maksimal. Hal ini terkait dengan posisi guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran sehingga untuk hal tersebut seorang guru harus dapat melakukan proses secara efektif.
Dan, salah satu langkah konkrit untuk mencapai kondisi tersebut adalah dengan menciptakan suatu komunikasi efektif di dalam proses belajar. Komunikasi efektif yang kita maksudkan disini dapat tercipta maksimal jika kondisi interaksi pembelajaran dapat terkondisikan secara baik.
Minggu, 31 Agustus 2008
Sabtu, 16 Agustus 2008
Pembunuhan Pasif menjadi Fenomena
Pembunuhan! Ya, setiap hari pemberitaan tentang pembunuhan seakan udah menjadi hal yang biasa. Nyawa seakan merupakan barang biasa yang sedemikian mudahnya untuk diambil dan dipermainkan. Hanya karena masalah kecil saja, maka nyawa dijadikan sebagai penggantinya!
Bahkan, sekiranya boleh diperumpamakan, nyawa manusia atau mungkin manusia sudah dianggap tidak lebih dari binatang, yang sebegitu mudah untuk ‘dijagal’ atau diperdagangkan secara bebas! Nyawa hanyalah bahan permainan yang setelah tidak diperlukan, maka dapat dibuang begitu saja!
Rasanya sekarang ini sudah begitu murah dan mudahnya merampas nyawa manusia. Hal tersebut dapat kita lihat, baca bahkan kita temukan setiap hari melalui media massa. Bahkan, tidak jarang media massa begitu vulgar di dalam pemberitaannya, seringkali over, berlebih sehingga menjadi komoditi tontonan yang dianggap mengasyikkan bagi masyarakat luas.
Sejak kita bangun di pagi hari, kita sudah mendengar berita tentang hal-hal seperti itu. Sungguh!
Sebenarnya apa yang sedang terjadi dan dialami oleh manusia jaman sekarang ini? Apakah sebegitu bergesernya nilai-nilai kemanusiaan sehingga pola kehidupan jahilliah muncul lagi kepermukaan dan menjadi gaya hidup, khususnya pada saat harus menyelesaikan permasalahan hidup?!
Pemikiran sehat sudah terkalahkan oleh kegelapan yang terbentang dalam segala hal! Mungkin pembunuhan seperti ini merupakan hal-hal yang terwujudkan secara jelas. Begitu saja kita sudah begitu merinding jika harus membayangkan, betapa kesakitan dan rasa tidak rela disampaikan para korban kepada pelaku ‘penjagalan’. Siapa yang rela nyawanya diambil paksa oleh yang lainnya?! Bahkan binatang saja meronta saat hendak dibantai di penjagalan! Cacigng saja menggeliat saat terancam oleh injakan kaki atau atau sekedar dipegang.
Duh! Manusia sekarang begitu ganasnya. Nilai-nilai kemanusiaan sudah menghilang dari kehidupan dan nurani manusia. Entah, apakah ini sebagai akibat himpitan masalah hidup yang semakin kuat ataukah sebuah ‘kesenangan’ semata?? Kesenangan yang harus dibayar mahal dengan melayangnya nyawa yang lainnya!
Kejadian ini tentunya sangat mencekam hati setiap orang. Jangankan melihat tampilan berita kematian seperti ini, dibantai, dijagal, sedangkan mendengar orang mati tanpa sebab saja kita seringkali merasa merinding. Jika kita mendengar seseorang yang meninggal, sedangkan kemarinnya masih bersama kita saja kita merasa takut, apalagi mendengar orang dibantai seperti itu.
Bagaimana-pun pembunuhan memang merupakan satu sikap atau pola kelakuan yang tidak boleh dilakukan sembarangan, apalagi sesama manusia. Hal itu menunjukkan bahwa kita telah kehilangan rasa dan naluri kemanusiaan yang selama ini menjadi panutan hidup kita.
Walaupun kita menyadari bahwa sangat banyak orang yang menjadi pembunuh bagi orang lain. Ya. Kita semua sebenarnya adalah para pembunuh yang seringkali tidak menggunakan nalar saat harus membunuh orang lain!
Coba kita pikirkan kembali, ingat kembali beberapa hari ke belakang dan koreksi apa saja yang telah kita lakukan, baik secara verbal maupun perbuatan. Dari semua itu, coba kita klasifikasikan, kelompokkan hal-hal tersebut dalam kategori positif dan negatif!
Berapa banyak perbuatan kita yang masuk dalam kelompok positif? Berapa banyak kegiatan kita yang masuk dalam kelompok negatif? Dari klasifikasi tersebut, maka kita dapat mengetahui bahwa ada perbuatan yang mengangkat dan ada perbuatan yang menjatuhkan orang lain.
Perbuatan yang mengangkat mempunyai dampak positif bagi kehidupan seseorang sehingga dengan perbuatan yang kita berikan terhadap orang lan, maka tumbuh dan berkembang kesadaran pada orang tersebut untuk mengikuti apa yang kita lakukan atau kita katakan kepada mereka.
Perbuatan yang menjatuhkan mempunyai dampak negatif pada kehidup-an seseorang sehingga dengan perbuatan yang kita lakukan terhadap orang ter-sebut, maka tumbuh dan berkembang sikap antitese, bertentangan dengan kondisi yang diharapkan oleh semuanya.
Selanjutnya perbuatan negatif yang kita berikan kepada seseorang me-micu jatuhnya perasaan dan kepercayaan diri seseorang sehingga sangat berpotensi untuk terjadinya pembunuhan terhadap segala kemampuan yang dimiliki oleh seseorang.
Ya. Saat sekarang ini sangat banyak orang yang secara tidak sadar telah menjadi pembunuh pasif. Yaitu membunuh tetapi tidak membunuh secara fisik! Banyak orang yang secara tidak sadar telah melakukan perbuatan yang sangat menghalangi pertumbuhan dan perkembangan potensi diri seseorang. Hal ini terjadi sebab seseorang merasa tidak nyaman dengan segala perbuatan yang kita berikan!
Ya. Sekarang ini memang sangat banyak orang yang menjadi pembunuh, walaupun tidak mengakui sebagai pembunuh. Siapa sih yang mau mengakui perbuatan negatifnya? Kalau hal seperti itu ada, tentunya sudah penuh isi LAPAS. Tetapi, pembunuh pasif tidak akan dapat kita tengarai, deteksi secara cepat dan tepat sebab proses pembunuhan yang dilakukan adalah merupakan sebuah evolusi, perubahan yang terjadi secara perlahan-lahan. Pelan tetapi pasti!
Pembunuh pasif yang kita maksudkan dalam hal ini adalah pembunuh yang secara tidak langsung menjadi penyebab ‘terbunuhnya’ seseorang dalam kehidupannya. Cukup banyak orang yang telah mati di dalam kehidupannya. Mereka tidak mempunyai semangat hidup, sebagaimana syarat hidup yang ideal! Semangat hidup mereka telah tertusuk oleh perbuatan yang tanpa sadar telah dilakukan oleh seseorang, kita, atasan, atau kolega hidup.
Ada banyak teknik pembunuhan pasif yang dilakukan oleh banyak orang yang pada akhirnya benar-benar menjadikan seseorang menjadi ‘tidak hidup’ di dalam kehidupannya. Ya, banyak orang yang telah ‘mati’ walaupun mereka masih hidup.
Di kantor, di tempat-tempat umum atau scara keseluruhan tempat, seringkali kita mendapati para pimpinan atau orang-orang yang merasa lebih kuat posisinya, yang melakukan pembunuhan terhadap bawahannya atau orang - orang yang dekat dengan mereka. Orang-orang berkuasa ini dengan seenaknya melakukan tindakan - tindakan yang ternyata berpotensi untuk membunuh bawahannya.
Beberapa kegiatan yang berpotensi menjadi alat untuk membunuh secara pasif bagi orang-orang adalah:
a. Kata-kata yang kasar
Kata-kata kasar merupakan alat pembunuh pasif yang sangat efektif untuk mematikan seseorang dalam kehidupannya. Dengan kata-kata yang kasar, maka menjadikan karakter seseorang menjadi down dan akhirnya menjadi-kan seseorang malas untuk melakukan sesuatu karena takut dikasari melalui kata-kata.
Kejadian ini sering kita alami, bahkan kita lakukan pada orang-orang di sekitar kita. Mereka begitu gampangnya mengumbar kata-kata kasar untuk orang-orang lain, khususnya yang dianggap tingkatannya ada di bawah kita. Mereka mengeluarkan kata-kata kasar sebagai bentuk pelampiasan emosi tak terkendali atau sekedar ingin pamer force pada orang lain untuk mengingat-kan posisi mereka terhadap orang lain.
Kata-kata kasar itu pada dasarnya merupakan belati tajam yang langsung dihunjamkan ke ulu hati! Ya. Kata-kata kasar itu bahkan jauh lebih tajam dari belati yang setiap hari kita pergunakan untuk keperluan hidup.
Orang bilang bahwa lidah lebih tajam dari pedang! Memang benar perum-pamaan yang berlaku di dalam kehidupan kita selama ini. Maka tidak aneh jika kita selalu diarahkan untuk dapat menjaga lisan kita, lidah kita. Orang Jawa bahkan mempunyai falsafah yang sangat bagus yang bunyinya sebagai berikut: Ajining diri saka lathi, ajining raga saka busana! Artinya harga diri itu dari lidahnya, harga badan dari pakaiannya.
Lidah menjadi aspek yang terpenting di dalam kelangsungan hidup sese-orang. Jika seseorang dapat menjaga lidahnya, maka kehidupannya juga terjaga dengan baik. Tetapi, jika lidahnya lepas, maka hidupnya-pun dapat lepas!
Kata-kata kasar yang lepas dari tarian lidah tak terkendali menjadikan sese-orang merasa begitu kecilnya sehingga segala kepercayaan diri atas kemam-puannya pupus. Kata-kata kasar menjadikan seseorang kehilangan semangat hidupnya. Mereka yang mendapatkan kata-kata kasar menjadi terjangkiti sakit minder. Dan jika seseorang minder, itu artinya sudah mati dalam hidup.
b. Perbuatan yang tidak menyenangkan
Hal kedua yang menjadikan seseorang terbunuh dalam kehidupannya ada-lah perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan seseorang kepada orang lain. Perbuatan tidak menyenangkan ini sangat berpotensi terhadap ter-bunuhnya seseorang di dalam kehidupannya.
Tetapi, kenyataan seperti ini seringkali dilupakan oleh seseorang atau banyak orang sehingga pembunuhan pasif tetap saja dilakukan oleh hampir semua orang.
Ada banyak perbuatan yang tidak menyenangkan, yang setiap saat kita alami dari orang lain yang pada akhirnya menjadikan orang lain ‘mati’ dalam hidupnya. Mereka tidak mempunyai kemauan, semangat untuk melanjutkan kegiatan hidupnya sebab semangat tersebut sudah tertusuk oleh perbuatan tidak menyenangkan yang diterimanya dari pimpinan atau orang lain di tempat kerja atau tempat hidupnya.
Kejadian ini seringkali dialami oleh seseorang akibat perlakuan tidak baik dari orang lain. Hal ini terjadi sebab perlakuan tidak menyenangkan sering-kali menjadikan seseorang trauma psikis dan menyebabkan tidak mampu melakukan kegiatan, kerja yang menjadi tanggungjawab dan kewajibannya.
Jka seseorang sudah mengalami perlakuan tidak menyenangkan, maka sebagai dampaknya, di dalam dirinya muncul semacam perlawanan sebagai bentuk perlawanan diri, pertahanan diri atas stimulus negatif bagi dirinya. Hal ini menjadikan mereka merasa terancam dan wajib melakukan perlawan-an terhadap sumber stimulus tersebut.
Dengan demikian, maka dengan melakukan perbuatan tidak menyenangkan kepada seseorang, maka sebenarnya pada saat itu kita sudah ‘membunuh’ segala potensi yang dimliki seseorang dan mengakibatnya hilangnya se-mangat kerja/hidup. Dan, kondisi tersebut tidak lain adalah adanya pem-bunuhan terhadap eksistensi diri dalam kehidupan.
c. Penempatan/penugasan yang tidak tepat tempat/wrong place
Hal ketiga yang mempunyai potensi sebagai pembunuh pasif bagi seseorang adalah penempatan posisi yang tidak tepat tempat/wrong place. Jika sese-orang diletakkan pada posisi yang tidak sesuai dengan kemampuan dirinya, maka hal tersebut dapat menjadikan seseorang kehilangan semangat hidup dan pada akhirnya mampu menjadi alat pembunuh yang efektif.
The right man is the right place. Orang yang tepat pada tempat yang tepat! Ini merupakan sebuah pepatah yang selama ini menjadi pedoman untuk efektifitas kegiatan setiap institusi atau kelompok kerja. Artinya jika kita menempatkan orang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, maka pekerjaan yang menjadi tanggungjawab dan kewajibannya dapat diselesai-kan sesuai dengan program yang sudah disusun. Dengan demikian, maka kerja menjadi efektif. Setiap orang dapat mengeksplorasi kemampuannya secara maksimal sebab yang ditangani merupakan kemampuan dirinya.
Tetapi, jika penempatan yang tidak tepat, maka potensi terjadinya pem-bunuhan pasif terhadap seseorang sangat besar kemungkinan terjadinya. Seseorang yang berada pada posisi yang salah menjadikan seseorang tersiksa dan tidak tenang hidupnya. Mereka merasa bahwa apa yang mereka kerjakan adalah sebuah hukuman yang harus dilakukan sebagai konsekuensi atas kesalahan, yang tentunya tidak mereka ketahui, apa.
Memang, mutasi atau perguliran posisi merupakan hal yang wajar di dalam sebuah institusi atau perusahaan, tetapi jika mutasi dilakukan tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, maka hal tersebut tidak berbeda dengan pembunuhan pasif.
Jika kita berada di tempat yang tidak sesuai dengan kemampuan yang kita miliki, tentunya hal tersebut sebuah siksaan yang teramat berat. Untuk watu yang pendek, mungkin tidak menjadi masalah. Tetapi, jika hal tersebut ber-laku pada waktu yang relatif lama, maka siksaan yang dirasakan oleh sese-orang mampu menjadikannya ‘terbunuh’ ditempat kerjanya akibat posisinya yang tidak sesuai dengan kemampuan dirinya.
Dapat kita bayangkan, jika seseorang yang biasanya bergelut dengan obat, ternyata dipindahtugaskan pada bagian yang menangani mesin. Tentunya mereka tidak tenang, mereka tidak nyaman dalam bekerja. Dan, mereka jadi terbunuh!
d. Tidak adanya reward bagi prestasi seseorang
Setiap orang pada dasarnya menginginkan adanya pengakuan atas eksistensi oleh orang lain. Dengan pengakuan ini, maka dapat berinteraksi maksimal di dalam hubungan antar personal yang tercipta sebagai konsekuensi atas kehidupan bermasyarakat.
Salah satu aspek penting di dalam pengakuan eksistensi adalah pengakuaan yang diwujudkan dalam bentuk penghargaan atau reward atas berbagai hal yang sudah dilakukan untuk kehidupan ini. Dengan memberikan reward atas prestasi yang diperbuat oleh seseorang, maka hal tersebut dapat menjadi motivasi positif untuk mengembangkan diri lebih bagus.
Tetapi, jika seseorang telah menghasilkan atau melakukan sesuatu yang dapat menaikkan prestasi atau kualitas institusi tetapi tidak mendapatkan respon positif atau reward yang sesuai, tentunya hal tersebut menjadikan seseorang enggan melakukan hal yang sama untuk mendongkrak ataupun untuk membangun brand positif institusi tempatnya bekerja.
Penghargaan yang diberikan seorang pimpinan kepada anak buah yang mempunyai prestasi atau kegiatan yang mampu membawa institusi pada tingkatan yang lebih baik, tentunya membawa dampak pada sikap seseorang, secara pribadi terhadap pimpinannya. Respon pribadi ini bakal diyakini mampu menciptakan imej positif dan menjadi penyemangat anggota lainnya untuk ikut melakukan hal yang sama agar mendapatkan reward sebagai-mana teman mereka.
Tetapi, jika reward sangat sulit didapatkan dari seorang pimpinan, maka tumbuh imej di hati semua orang bahwa tidak ada manfaatnya bagi mereka untuk membuat prestasi gemilang di institusi mereka. Dan, kondisi seperti ini tidak berbeda dengan matinya institusi akibat matinya semua orang akibat pembunuhan pasif yang dilakukan oleh sang pimpinan.
Banyak pimpinan yang lupa atas kondisi seperti ini dan hanya ingat bahwa institusi harus ditumbuhkembangkan secara maksimal dan masalah reward hanyalah soal remehtemeh!
Tidak memberikan reward atas prestasi seseorang sebenarnya adalah anak panah yang langsung terlepas dari busurnya dan menancap dalam-dalam ke jantung seseorang, bahkan hatinya menjadi terluka sebab merasa sia-sia semua yang telah dilakukannya sebab tidak ada respek positif dari pimpinan. Dan, matilah kreativitas seseorang. Matilah hidupnya didalam kehidupan institusi tempatnya bekerja. Mereka telah dibunuh seseorang/pimpinan secara pasif. Pembunuhan yang tidak langsung dirasakan secara fisik, me-lainkan bersumber pada psikis.
Dan, selamanya jika kita selalu berhadapan dengan pembunuhan, maka setiap kali itu pula maka kita merasakan betapa siksaan begitu berat harus di-tanggung sedemikian rupa sehingga mempunyai kemampuan untuk meng-hancurkan kehidupan secara global.
Pembunuhan secara pasif terjadi pada semua lini kehidupan kita dan kita tidak dapat mencegahnya sebagai sesuatu yang pasti. Setiap orang mempunyai kecenderungan untuk melakukan hal yang sama, yaitu menjadi pembunuh pasif untuk orang lain.
Pembunuhan pasif merupakan pembunuhan karakter yang sebenarnya jauh lebih kejam daripada pembunuhan fisik/aktif. Pembunuhan fisik/aktif mem-berikan dampak pada orang-orang yang ditinggalkan mereka yang menjadi korban. Tetapi pembunuhan pasif akan dirasakan sang korban untuk waktu yang tidak ada yang tahu, setidaknya seumur hidup mereka bakal mengalami akibat dari pembunuhan pasif tersebut.
Jika dampak dari pembunuhan pasif ini tidak kuat ditahan oleh seseorang, maka akibat negatif yang sangat mungkin terjadi adalah kehidupan yang tidak lagi tertata. Bahkan orang dapat menjadi gila. Dan, orang gila itu sebenarnya mereka telah mati di dalam kehidupannya. Orang gila itu memang hidup, tetapi sebenarnya psikisnya sama sekali tidak hidup.
Sekali lagi, pembunuhan pasif jauh lebih kejam daripada pembunuhan fisik, yang kadangkala penderitanya tidak merasakan sakitnya, dampaknya. Tetapi, pembunuhan pasif memberikan dampak yang sangat panjang langsung pada obyek pembunuhannya!
Tetapi, antara kedua pembunuhan tersebut tetap merupakan suatu tindakan yang sangat menyedihkan, maka jangan sekalipun berkeinginan untuk menjadi pembunuh dalam kehidupan kita! Jangan jadi pembunuh!
Bahkan, sekiranya boleh diperumpamakan, nyawa manusia atau mungkin manusia sudah dianggap tidak lebih dari binatang, yang sebegitu mudah untuk ‘dijagal’ atau diperdagangkan secara bebas! Nyawa hanyalah bahan permainan yang setelah tidak diperlukan, maka dapat dibuang begitu saja!
Rasanya sekarang ini sudah begitu murah dan mudahnya merampas nyawa manusia. Hal tersebut dapat kita lihat, baca bahkan kita temukan setiap hari melalui media massa. Bahkan, tidak jarang media massa begitu vulgar di dalam pemberitaannya, seringkali over, berlebih sehingga menjadi komoditi tontonan yang dianggap mengasyikkan bagi masyarakat luas.
Sejak kita bangun di pagi hari, kita sudah mendengar berita tentang hal-hal seperti itu. Sungguh!
Sebenarnya apa yang sedang terjadi dan dialami oleh manusia jaman sekarang ini? Apakah sebegitu bergesernya nilai-nilai kemanusiaan sehingga pola kehidupan jahilliah muncul lagi kepermukaan dan menjadi gaya hidup, khususnya pada saat harus menyelesaikan permasalahan hidup?!
Pemikiran sehat sudah terkalahkan oleh kegelapan yang terbentang dalam segala hal! Mungkin pembunuhan seperti ini merupakan hal-hal yang terwujudkan secara jelas. Begitu saja kita sudah begitu merinding jika harus membayangkan, betapa kesakitan dan rasa tidak rela disampaikan para korban kepada pelaku ‘penjagalan’. Siapa yang rela nyawanya diambil paksa oleh yang lainnya?! Bahkan binatang saja meronta saat hendak dibantai di penjagalan! Cacigng saja menggeliat saat terancam oleh injakan kaki atau atau sekedar dipegang.
Duh! Manusia sekarang begitu ganasnya. Nilai-nilai kemanusiaan sudah menghilang dari kehidupan dan nurani manusia. Entah, apakah ini sebagai akibat himpitan masalah hidup yang semakin kuat ataukah sebuah ‘kesenangan’ semata?? Kesenangan yang harus dibayar mahal dengan melayangnya nyawa yang lainnya!
Kejadian ini tentunya sangat mencekam hati setiap orang. Jangankan melihat tampilan berita kematian seperti ini, dibantai, dijagal, sedangkan mendengar orang mati tanpa sebab saja kita seringkali merasa merinding. Jika kita mendengar seseorang yang meninggal, sedangkan kemarinnya masih bersama kita saja kita merasa takut, apalagi mendengar orang dibantai seperti itu.
Bagaimana-pun pembunuhan memang merupakan satu sikap atau pola kelakuan yang tidak boleh dilakukan sembarangan, apalagi sesama manusia. Hal itu menunjukkan bahwa kita telah kehilangan rasa dan naluri kemanusiaan yang selama ini menjadi panutan hidup kita.
Walaupun kita menyadari bahwa sangat banyak orang yang menjadi pembunuh bagi orang lain. Ya. Kita semua sebenarnya adalah para pembunuh yang seringkali tidak menggunakan nalar saat harus membunuh orang lain!
Coba kita pikirkan kembali, ingat kembali beberapa hari ke belakang dan koreksi apa saja yang telah kita lakukan, baik secara verbal maupun perbuatan. Dari semua itu, coba kita klasifikasikan, kelompokkan hal-hal tersebut dalam kategori positif dan negatif!
Berapa banyak perbuatan kita yang masuk dalam kelompok positif? Berapa banyak kegiatan kita yang masuk dalam kelompok negatif? Dari klasifikasi tersebut, maka kita dapat mengetahui bahwa ada perbuatan yang mengangkat dan ada perbuatan yang menjatuhkan orang lain.
Perbuatan yang mengangkat mempunyai dampak positif bagi kehidupan seseorang sehingga dengan perbuatan yang kita berikan terhadap orang lan, maka tumbuh dan berkembang kesadaran pada orang tersebut untuk mengikuti apa yang kita lakukan atau kita katakan kepada mereka.
Perbuatan yang menjatuhkan mempunyai dampak negatif pada kehidup-an seseorang sehingga dengan perbuatan yang kita lakukan terhadap orang ter-sebut, maka tumbuh dan berkembang sikap antitese, bertentangan dengan kondisi yang diharapkan oleh semuanya.
Selanjutnya perbuatan negatif yang kita berikan kepada seseorang me-micu jatuhnya perasaan dan kepercayaan diri seseorang sehingga sangat berpotensi untuk terjadinya pembunuhan terhadap segala kemampuan yang dimiliki oleh seseorang.
Ya. Saat sekarang ini sangat banyak orang yang secara tidak sadar telah menjadi pembunuh pasif. Yaitu membunuh tetapi tidak membunuh secara fisik! Banyak orang yang secara tidak sadar telah melakukan perbuatan yang sangat menghalangi pertumbuhan dan perkembangan potensi diri seseorang. Hal ini terjadi sebab seseorang merasa tidak nyaman dengan segala perbuatan yang kita berikan!
Ya. Sekarang ini memang sangat banyak orang yang menjadi pembunuh, walaupun tidak mengakui sebagai pembunuh. Siapa sih yang mau mengakui perbuatan negatifnya? Kalau hal seperti itu ada, tentunya sudah penuh isi LAPAS. Tetapi, pembunuh pasif tidak akan dapat kita tengarai, deteksi secara cepat dan tepat sebab proses pembunuhan yang dilakukan adalah merupakan sebuah evolusi, perubahan yang terjadi secara perlahan-lahan. Pelan tetapi pasti!
Pembunuh pasif yang kita maksudkan dalam hal ini adalah pembunuh yang secara tidak langsung menjadi penyebab ‘terbunuhnya’ seseorang dalam kehidupannya. Cukup banyak orang yang telah mati di dalam kehidupannya. Mereka tidak mempunyai semangat hidup, sebagaimana syarat hidup yang ideal! Semangat hidup mereka telah tertusuk oleh perbuatan yang tanpa sadar telah dilakukan oleh seseorang, kita, atasan, atau kolega hidup.
Ada banyak teknik pembunuhan pasif yang dilakukan oleh banyak orang yang pada akhirnya benar-benar menjadikan seseorang menjadi ‘tidak hidup’ di dalam kehidupannya. Ya, banyak orang yang telah ‘mati’ walaupun mereka masih hidup.
Di kantor, di tempat-tempat umum atau scara keseluruhan tempat, seringkali kita mendapati para pimpinan atau orang-orang yang merasa lebih kuat posisinya, yang melakukan pembunuhan terhadap bawahannya atau orang - orang yang dekat dengan mereka. Orang-orang berkuasa ini dengan seenaknya melakukan tindakan - tindakan yang ternyata berpotensi untuk membunuh bawahannya.
Beberapa kegiatan yang berpotensi menjadi alat untuk membunuh secara pasif bagi orang-orang adalah:
a. Kata-kata yang kasar
Kata-kata kasar merupakan alat pembunuh pasif yang sangat efektif untuk mematikan seseorang dalam kehidupannya. Dengan kata-kata yang kasar, maka menjadikan karakter seseorang menjadi down dan akhirnya menjadi-kan seseorang malas untuk melakukan sesuatu karena takut dikasari melalui kata-kata.
Kejadian ini sering kita alami, bahkan kita lakukan pada orang-orang di sekitar kita. Mereka begitu gampangnya mengumbar kata-kata kasar untuk orang-orang lain, khususnya yang dianggap tingkatannya ada di bawah kita. Mereka mengeluarkan kata-kata kasar sebagai bentuk pelampiasan emosi tak terkendali atau sekedar ingin pamer force pada orang lain untuk mengingat-kan posisi mereka terhadap orang lain.
Kata-kata kasar itu pada dasarnya merupakan belati tajam yang langsung dihunjamkan ke ulu hati! Ya. Kata-kata kasar itu bahkan jauh lebih tajam dari belati yang setiap hari kita pergunakan untuk keperluan hidup.
Orang bilang bahwa lidah lebih tajam dari pedang! Memang benar perum-pamaan yang berlaku di dalam kehidupan kita selama ini. Maka tidak aneh jika kita selalu diarahkan untuk dapat menjaga lisan kita, lidah kita. Orang Jawa bahkan mempunyai falsafah yang sangat bagus yang bunyinya sebagai berikut: Ajining diri saka lathi, ajining raga saka busana! Artinya harga diri itu dari lidahnya, harga badan dari pakaiannya.
Lidah menjadi aspek yang terpenting di dalam kelangsungan hidup sese-orang. Jika seseorang dapat menjaga lidahnya, maka kehidupannya juga terjaga dengan baik. Tetapi, jika lidahnya lepas, maka hidupnya-pun dapat lepas!
Kata-kata kasar yang lepas dari tarian lidah tak terkendali menjadikan sese-orang merasa begitu kecilnya sehingga segala kepercayaan diri atas kemam-puannya pupus. Kata-kata kasar menjadikan seseorang kehilangan semangat hidupnya. Mereka yang mendapatkan kata-kata kasar menjadi terjangkiti sakit minder. Dan jika seseorang minder, itu artinya sudah mati dalam hidup.
b. Perbuatan yang tidak menyenangkan
Hal kedua yang menjadikan seseorang terbunuh dalam kehidupannya ada-lah perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan seseorang kepada orang lain. Perbuatan tidak menyenangkan ini sangat berpotensi terhadap ter-bunuhnya seseorang di dalam kehidupannya.
Tetapi, kenyataan seperti ini seringkali dilupakan oleh seseorang atau banyak orang sehingga pembunuhan pasif tetap saja dilakukan oleh hampir semua orang.
Ada banyak perbuatan yang tidak menyenangkan, yang setiap saat kita alami dari orang lain yang pada akhirnya menjadikan orang lain ‘mati’ dalam hidupnya. Mereka tidak mempunyai kemauan, semangat untuk melanjutkan kegiatan hidupnya sebab semangat tersebut sudah tertusuk oleh perbuatan tidak menyenangkan yang diterimanya dari pimpinan atau orang lain di tempat kerja atau tempat hidupnya.
Kejadian ini seringkali dialami oleh seseorang akibat perlakuan tidak baik dari orang lain. Hal ini terjadi sebab perlakuan tidak menyenangkan sering-kali menjadikan seseorang trauma psikis dan menyebabkan tidak mampu melakukan kegiatan, kerja yang menjadi tanggungjawab dan kewajibannya.
Jka seseorang sudah mengalami perlakuan tidak menyenangkan, maka sebagai dampaknya, di dalam dirinya muncul semacam perlawanan sebagai bentuk perlawanan diri, pertahanan diri atas stimulus negatif bagi dirinya. Hal ini menjadikan mereka merasa terancam dan wajib melakukan perlawan-an terhadap sumber stimulus tersebut.
Dengan demikian, maka dengan melakukan perbuatan tidak menyenangkan kepada seseorang, maka sebenarnya pada saat itu kita sudah ‘membunuh’ segala potensi yang dimliki seseorang dan mengakibatnya hilangnya se-mangat kerja/hidup. Dan, kondisi tersebut tidak lain adalah adanya pem-bunuhan terhadap eksistensi diri dalam kehidupan.
c. Penempatan/penugasan yang tidak tepat tempat/wrong place
Hal ketiga yang mempunyai potensi sebagai pembunuh pasif bagi seseorang adalah penempatan posisi yang tidak tepat tempat/wrong place. Jika sese-orang diletakkan pada posisi yang tidak sesuai dengan kemampuan dirinya, maka hal tersebut dapat menjadikan seseorang kehilangan semangat hidup dan pada akhirnya mampu menjadi alat pembunuh yang efektif.
The right man is the right place. Orang yang tepat pada tempat yang tepat! Ini merupakan sebuah pepatah yang selama ini menjadi pedoman untuk efektifitas kegiatan setiap institusi atau kelompok kerja. Artinya jika kita menempatkan orang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, maka pekerjaan yang menjadi tanggungjawab dan kewajibannya dapat diselesai-kan sesuai dengan program yang sudah disusun. Dengan demikian, maka kerja menjadi efektif. Setiap orang dapat mengeksplorasi kemampuannya secara maksimal sebab yang ditangani merupakan kemampuan dirinya.
Tetapi, jika penempatan yang tidak tepat, maka potensi terjadinya pem-bunuhan pasif terhadap seseorang sangat besar kemungkinan terjadinya. Seseorang yang berada pada posisi yang salah menjadikan seseorang tersiksa dan tidak tenang hidupnya. Mereka merasa bahwa apa yang mereka kerjakan adalah sebuah hukuman yang harus dilakukan sebagai konsekuensi atas kesalahan, yang tentunya tidak mereka ketahui, apa.
Memang, mutasi atau perguliran posisi merupakan hal yang wajar di dalam sebuah institusi atau perusahaan, tetapi jika mutasi dilakukan tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, maka hal tersebut tidak berbeda dengan pembunuhan pasif.
Jika kita berada di tempat yang tidak sesuai dengan kemampuan yang kita miliki, tentunya hal tersebut sebuah siksaan yang teramat berat. Untuk watu yang pendek, mungkin tidak menjadi masalah. Tetapi, jika hal tersebut ber-laku pada waktu yang relatif lama, maka siksaan yang dirasakan oleh sese-orang mampu menjadikannya ‘terbunuh’ ditempat kerjanya akibat posisinya yang tidak sesuai dengan kemampuan dirinya.
Dapat kita bayangkan, jika seseorang yang biasanya bergelut dengan obat, ternyata dipindahtugaskan pada bagian yang menangani mesin. Tentunya mereka tidak tenang, mereka tidak nyaman dalam bekerja. Dan, mereka jadi terbunuh!
d. Tidak adanya reward bagi prestasi seseorang
Setiap orang pada dasarnya menginginkan adanya pengakuan atas eksistensi oleh orang lain. Dengan pengakuan ini, maka dapat berinteraksi maksimal di dalam hubungan antar personal yang tercipta sebagai konsekuensi atas kehidupan bermasyarakat.
Salah satu aspek penting di dalam pengakuan eksistensi adalah pengakuaan yang diwujudkan dalam bentuk penghargaan atau reward atas berbagai hal yang sudah dilakukan untuk kehidupan ini. Dengan memberikan reward atas prestasi yang diperbuat oleh seseorang, maka hal tersebut dapat menjadi motivasi positif untuk mengembangkan diri lebih bagus.
Tetapi, jika seseorang telah menghasilkan atau melakukan sesuatu yang dapat menaikkan prestasi atau kualitas institusi tetapi tidak mendapatkan respon positif atau reward yang sesuai, tentunya hal tersebut menjadikan seseorang enggan melakukan hal yang sama untuk mendongkrak ataupun untuk membangun brand positif institusi tempatnya bekerja.
Penghargaan yang diberikan seorang pimpinan kepada anak buah yang mempunyai prestasi atau kegiatan yang mampu membawa institusi pada tingkatan yang lebih baik, tentunya membawa dampak pada sikap seseorang, secara pribadi terhadap pimpinannya. Respon pribadi ini bakal diyakini mampu menciptakan imej positif dan menjadi penyemangat anggota lainnya untuk ikut melakukan hal yang sama agar mendapatkan reward sebagai-mana teman mereka.
Tetapi, jika reward sangat sulit didapatkan dari seorang pimpinan, maka tumbuh imej di hati semua orang bahwa tidak ada manfaatnya bagi mereka untuk membuat prestasi gemilang di institusi mereka. Dan, kondisi seperti ini tidak berbeda dengan matinya institusi akibat matinya semua orang akibat pembunuhan pasif yang dilakukan oleh sang pimpinan.
Banyak pimpinan yang lupa atas kondisi seperti ini dan hanya ingat bahwa institusi harus ditumbuhkembangkan secara maksimal dan masalah reward hanyalah soal remehtemeh!
Tidak memberikan reward atas prestasi seseorang sebenarnya adalah anak panah yang langsung terlepas dari busurnya dan menancap dalam-dalam ke jantung seseorang, bahkan hatinya menjadi terluka sebab merasa sia-sia semua yang telah dilakukannya sebab tidak ada respek positif dari pimpinan. Dan, matilah kreativitas seseorang. Matilah hidupnya didalam kehidupan institusi tempatnya bekerja. Mereka telah dibunuh seseorang/pimpinan secara pasif. Pembunuhan yang tidak langsung dirasakan secara fisik, me-lainkan bersumber pada psikis.
Dan, selamanya jika kita selalu berhadapan dengan pembunuhan, maka setiap kali itu pula maka kita merasakan betapa siksaan begitu berat harus di-tanggung sedemikian rupa sehingga mempunyai kemampuan untuk meng-hancurkan kehidupan secara global.
Pembunuhan secara pasif terjadi pada semua lini kehidupan kita dan kita tidak dapat mencegahnya sebagai sesuatu yang pasti. Setiap orang mempunyai kecenderungan untuk melakukan hal yang sama, yaitu menjadi pembunuh pasif untuk orang lain.
Pembunuhan pasif merupakan pembunuhan karakter yang sebenarnya jauh lebih kejam daripada pembunuhan fisik/aktif. Pembunuhan fisik/aktif mem-berikan dampak pada orang-orang yang ditinggalkan mereka yang menjadi korban. Tetapi pembunuhan pasif akan dirasakan sang korban untuk waktu yang tidak ada yang tahu, setidaknya seumur hidup mereka bakal mengalami akibat dari pembunuhan pasif tersebut.
Jika dampak dari pembunuhan pasif ini tidak kuat ditahan oleh seseorang, maka akibat negatif yang sangat mungkin terjadi adalah kehidupan yang tidak lagi tertata. Bahkan orang dapat menjadi gila. Dan, orang gila itu sebenarnya mereka telah mati di dalam kehidupannya. Orang gila itu memang hidup, tetapi sebenarnya psikisnya sama sekali tidak hidup.
Sekali lagi, pembunuhan pasif jauh lebih kejam daripada pembunuhan fisik, yang kadangkala penderitanya tidak merasakan sakitnya, dampaknya. Tetapi, pembunuhan pasif memberikan dampak yang sangat panjang langsung pada obyek pembunuhannya!
Tetapi, antara kedua pembunuhan tersebut tetap merupakan suatu tindakan yang sangat menyedihkan, maka jangan sekalipun berkeinginan untuk menjadi pembunuh dalam kehidupan kita! Jangan jadi pembunuh!
Rabu, 06 Agustus 2008
BKSM yang belum menyentuh
Dipojok sekolah beberapa siswa duduk bergerombol sambil menikmati waktu istirahat yang tidak panjang.Dari pembicaraan mereka terdengar rasan-rasan yang dialamatkan pada sekelompok wali murid yang pada hari itu menerima undangan dari sekolah sehubungan dengan akan diterimanya BKSM (Bantuan Khusus Siswa Miskin) pada putra dan putrinya.Tertarik dengan obrolan mereka sayapun ikut melihat kearah wali murid yang berjalan menuju ruang rapat, dan ternyata yang saya lihat juga sangat menarik hati untuk dicermati.Secara jelas wali murid yang datang yang hendak menerima BKSM tersebut ternyata tidak bisa diterima dengan akal sehat jika dikategorikan keluarga miskin.Sebagai salah satu indikator tersebut adalah sebagian besarv yang datang orang tua / wali murid berkendaraan sepedah motor dengan merk ternama sekaligus keluaran terbaru jadi bagus-bagus.Cara berpakaiannya sudah tergolong lebih dari sekedar sopan dan umum tetapi melebihi penampilan guru-gurudi sekolah.Bahkan dari segi performan pun "bening" dan terawat tidak mengisyaratkan jika beliau-beliau ini orang susah dan sibuk mencari nafkah untuk kebutuhan pokok keluarga.Terlebih lagi untuk Ibu-ibunya malah rata memakai perhiasan emas yang terkesan berlebihan. Dari siswanyapun ternyata juga terlalu memaksakan diri jika masuk kategori siswa dari keluarga miskin.Keseharian sebagian siswa inipun pergi sekolah berkendaraan sepeda motor dengan dilengkapi alat komunikasi HP yang sudah lumayan canggih.
Dan ketertarikan saya dalam masalah inipun ternyata berlanjut ketika sampai di ruang guru, disinipun ternyata beberapa guru sedang diskusi seputar kondisi orang tua / wali murid calon penerima BKSM.Diskusi kecil inipun terhenti dengan hadirnya waka kesiswaan yang bertanggung jawab penuh terhadap bantuan pemerintah untuk siswa miskin ini.Pertanyaan terlontar dengan ketidak puasan bertubi-tubi dilontarkan. Jawaban yang dapat saya tangkap adalah penerima bantuan ini berdasarkan surat keterangan tidak mampu yang telah dikeluarkan kepala desa atau lurah setempat tanpa cross cek dengan alasan waktu yang diberikan oleh dinas pendidikan terkait sangat singkat yang tidak lebih 3 sampai 4 hari.Yang menjadi permasalahan sekarang adalah sudah mengikisnya budaya malu dan berkembangnya sifat egois yang berlebihan pada masyarakat kita.Budaya malu hilang bagi keluarga yang sebenarnya bukan kategori miskin namun mengaku miskin untuk mendapatkan biaya sekolah gratis bagi putra-putrinya dengan alasan " aji mumpung" sehingga memupuk sifat egois sekaligus merugikan dari siswa yang benar-benar tidak mampu membiayai kebutuhan sekolahnya. Begitu halnya dari pihak desa ataupun kelurahan setempat ternyata juga "payah" dengan mudahnya mengeluarkan surat keterangan miskin bagi warganya.Hal ini terjadi karena ketidak tahuan dari pihak keluarahan kondisi sebenarnya dari warganya akibat kurangnya intensitas turun ke masyarakat.
Dari pihak sekolahpun terlalu gegabah dan bekerja sendiri tanpa ada koordinasi yang bagus sehingga hantam saja yang ada.Setidaknya kesiswaan sudah jauh hari menyiapkan kondisi demikian melalui wali kelas karena wali kelas lebih tahu kondisi siswa,sekaligus perlunya untuk home visite ke orang tua siswa.Jika kondisi demikian dapat terwujud niscaya tidak terjadi siswa dari keluarga mampu,sekolah kurang niat malah mendapat BKSM. dari dinas pendidikan pun seyogjanya memberi kebebasan sekolah untuk bisa evaluasi terhadap penerima BKSM setiap periodenya.Jika terjadi kesalahan dan ketidak tepatan penerima bantuan ini segara dibetulkan untuk diberikan kepada siswa yang benar-benar tidak mampu namun memiliki kesungguhan dalam belajar.Selebihnya jika kita mendengar rasanan siswa ataupun guru-guru pengajar disekolah lainpun sama,banyak keluhan senada yang intinya BKSM yang diberikan pemerintah belum tepat sasaran dan belum menyentuh siswa yang tidak mampu dan benar-benar menginginkan sekolah.Tidak salah memang masih banyak kita dengar melalui media yang ada jika angka siswa putus sekolah masih tinggi di Indonesia.Jika kondisi demikian terus berjalan, maka program ini menjadi sia-sia
DEWAN MASUK SEKOLAH
Jika kita mengikuti berita dan perilaku Dewan (DPR)yang ada di media rasanya "ngegirisi" .Hal ini terkait dengan masalah korupsi ataupun ketidak mampuan dari dewan dalam menjalankan tugas-tugasnya.Permasalahan yang muncul "miring" ini tidak hanya terjadi di tingkat pusat saja namun di daerah juga tidak kalah hebatnya.
Satu contoh saja dewan terlalu over acting yang kadang-kadang kebablasan, sampai-sampai tugas pokoknya tidak tersentuh. Hal ini sering terjadi di dalam dunia pendidikan (sekolah) dengan seringnya dewan datang yang ujung-ujungnya membawa sederet nama si A, si B dls yang nota bene mungkin saudara atau apanya....meminta sekolah untuk membebaskan pembayaran dengan alasan yang macam-macam.Belum lagi jika pelaksanan penerimaan siswa didik baru, wah lebih serem dan arogan lagi. Tanpa melihat dan memperhatikan proses dan prosedur yang sudah dilaksanakan sekolah, main serodok dan selonong sekali lagi minta fasilitas dan seolah memaksa dengan berbagai dalih "tidak bisa tidak" dalam arti HARUS ,nama yang dibawa untuk diterima tanpa mau melihat yang bersangkutan memenuhi syarat atau tidak!
Belum lagi jika ada permasalahan yang menyangkut proses yang berhubungan dengan penarikan keuangan sekolah pasti lebih aktif dan giat lagi yang ujung-ujungnya hanya kepentingan pribadi bukan semata-mata membela atau membantu kepentingan masyarakat.
Hal-hal tidak menyenangkan ini sering kali terjadi di sekolah-sekolah negeri maupun swasta.Yang lebih ekstrim lagi saat bertamu beliau-beliau wakil rakyat yang terhormat ini saat ke sekolah sering tidak terhormat karena sikapnya yang tidak bisa menghargai dirinya sendiri tanpa sopan santun bergaya penting dan sok penting!
Sabtu, 02 Agustus 2008
GuRu Perlu KomPetisi Kompetensi
Ada satu fenomena yang CukuP menggelikan pada beberapa saat ini. Kegelian tersebut diseBabkan oleh perubAhan siKap dari orang_orAng yang mengAkui diri Sebagi Orang-oRang Intelek, oraNg-oRang Berpendidikan.
Ternyata CukuP baNyak orAng yang Karena Saking senanGnya mendaPatkan durian runtuh, aKibat Program InnsTan yang dikewer Oleh Pemerintah, yaitu penIngkatan kehidupan menjAdi Pegawai Negeri, Yaitu Guru NeGeri, maka Banyak OraNg yang tIba-tiBa menjadi kaum NaRsis Baru!
MeReka begitu BanggAnYa dengan keSempatan yang DiberIkan olEh pemeRintah untk menjadi Pegawai Negeri tanpa melalui perSaingan keTat sebagaImana dulunya terjadi Setiap ada PereKrutan tenaga PNs Baru, Sekarang eh cukup menjadi Guru di Sebuah SekoLah lanTas TunggU menjadi Guru Yang dimasukkan Ke DataBase, maka tinggAl nUnggu wakTu pengangkatan! SedeMikiAn mudahNyaKah?
Ini merUpakan Program Yang sangat memAnjakan dasn beraKibat pada pola kerja atau kinerJa sebab merAsa BegiTu muDah menJadi peGawaI neGeri!
PaDaHal, jiKa kiTa JujUr, seBenarnYa pendidikan bUtuh orang-Orang yang ulet danberkompeten dalam setiap kompetisi!
sudah siaPkah KiTA??
Ternyata CukuP baNyak orAng yang Karena Saking senanGnya mendaPatkan durian runtuh, aKibat Program InnsTan yang dikewer Oleh Pemerintah, yaitu penIngkatan kehidupan menjAdi Pegawai Negeri, Yaitu Guru NeGeri, maka Banyak OraNg yang tIba-tiBa menjadi kaum NaRsis Baru!
MeReka begitu BanggAnYa dengan keSempatan yang DiberIkan olEh pemeRintah untk menjadi Pegawai Negeri tanpa melalui perSaingan keTat sebagaImana dulunya terjadi Setiap ada PereKrutan tenaga PNs Baru, Sekarang eh cukup menjadi Guru di Sebuah SekoLah lanTas TunggU menjadi Guru Yang dimasukkan Ke DataBase, maka tinggAl nUnggu wakTu pengangkatan! SedeMikiAn mudahNyaKah?
Ini merUpakan Program Yang sangat memAnjakan dasn beraKibat pada pola kerja atau kinerJa sebab merAsa BegiTu muDah menJadi peGawaI neGeri!
PaDaHal, jiKa kiTa JujUr, seBenarnYa pendidikan bUtuh orang-Orang yang ulet danberkompeten dalam setiap kompetisi!
sudah siaPkah KiTA??
Langganan:
Postingan (Atom)